TINJAUAN TEORI
DIABETES MELLITUS PADA KEHAMILAN
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
Patofiologi Diabetes Mellitus Pada Kehamilan
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya.
Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi :
1. Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2. Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yang memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Komplikasi
1. Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
2. Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
3. Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarkan pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
Pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasi dengan diit saja dan tidak mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat diharapkan partus spontan sampai kehamilan 40 minggu. lebih dari itu sebaiknya dilakukan induksi persalinan karena prognosis menjadi lebih buruk. Apabia diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan insulin, sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini sebaiknya kehamilan 36-37 minggu. Lebih-lebih bila kehamilan disertai komplikasi, maka dipertimbangkan untuk menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi atau seksio sesarea dengan terlebih dahulu melakukan amniosentesis. Dalam pelaksanaan partus pervaginam, baik yang tanpa dengan induksi, keadaan janin harus lebih diawasi jika mungkin dengan pencatatan denyut jantung janin terus – menerus.
Pengelolaan medis
Sesuai dengan pengelolaan medis DM pada umumnya, pengelolaan DMG juga terutama didasari atas pengelolaan gizi/diet dan pengendalian berat badan ibu.
1. Kontrol secara ketat gula darah, sebab bila kontrol kurang baik upayakan lahir lebih dini, pertimbangkan kematangan paru janin. Dapat terjadi kematian janin memdadak. Berikan insulin yang bekerja cepat, bila mungkin diberikan melalui drips.
2. Hindari adanya infeksi saluran kemih atau infeksi lainnya. Lakukan upaya pencegahan infeksi dengan baik.
3. Pada bayi baru lahir dapat cepat terjadi hipoglikemia sehingga perlu diberikan infus glukosa.
4. Penanganan DMG yang terutama adalah diet, dianjurkan diberikan 25 kalori/kgBB ideal, kecuali pada penderita yang gemuk dipertimbangkan kalori yang lebih mudah.
5. Cara yang dianjurkan adalah cara Broca yaitu BB ideal = (TB-100)-10% BB.
6. Kebutuhan kalori adalah jumlah keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:
a) Kalori basal 25 kal/kgBB ideal
b) Kalori kegiatan jasmani 10-30%
c) Kalori untuk kehamilan 300 kalor
d) Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB
Jika dengan terapi diet selama 2 minggu kadar glukosa darah belum mencapai normal atau normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2 jam pp di bawah 120 mg/dl, maka terapi insulin harus segera dimulai.Pemantauan dapat dikerjakan dengan menggunakan alat pengukur glukosa darah kapiler. Perhitungan menu seimbang sama dengan perhitungan pada kasus DM umumnya, dengan ditambahkan sejumlah 300-500 kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama masa kehamilan sampai dengan masa menyusui selesai.
Pengelolaan DM dalam kehamilan bertujuan untuk :
1. Mempertahankan kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl
2. Mempertahankan kadar glukosa darah 2 jam pp < 120 mg/dl
3. Mempertahankan kadar Hb glikosilat (Hb Alc) < 6%
4. Mencegah episode hipoglikemia
5. Mencegah ketonuria/ketoasidosis deiabetik
6. Mengusahakan tumbuh kembang janin yang optimal dan normal.
Dianjurkan pemantauan gula darah teratur minimal 2 kali seminggu (ideal setiap hari, jika mungkin dengan alat pemeriksaan sendiri di rumah). Dianjurkan kontrol sesuai jadwal pemeriksaan antenatal, semakin dekat dengan perkiraan persalinan maka kontrol semakin sering. Hb glikosilat diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu sekali.Kenaikan berat badan ibu dianjurkan sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan berat badan yang dianjurkan tergantung status gizi awal ibu (ibu BB kurang 14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5 kg dan ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg).Jika pengelolaan diet saja tidak berhasil, maka insulin langsung digunakan. Insulin yang digunakan harus preparat insulin manusia (human insulin), karena insulin yang bukan berasal dari manusia (non-human insulin) dapat menyebabkanterbentuknya antibodi terhadap insulin endogen dan antibodi ini dapat menembus sawar darah plasenta (placental blood barrier) sehingga dapat mempengaruhi janin.Pada DMG, insulin yang digunakan adalah insulin dosis rendah dengan lama kerja intermediate dan diberikan 1-2 kali sehari. Pada DMH, pemberian insulin mungkin harus lebih sering, dapat dikombinasikan antara insulin kerja pendek dan intermediate, untuk mencapai kadar glukosa yang diharapkan.Obat hipoglikemik oral tidak digunakan dalam DMG karena efek teratogenitasnya yang tinggi dan dapat diekskresikan dalam jumlah besar melalui ASI.
PENYAKIT TIROID PADA KEHAMILAN
Tiroid adalah kelenjar yang beratnya kira-kira 15 gram yang berlokasi pada depan leher tepat dibawah Adam's apple (cricoid cartilage). Kelenjar tiroid bertanggung jawab untuk produksi dari hormon tiroid tubuh. Tiroid merespon pada sinyal-sinyal hormon dari otak untuk mempertahankan tingkat hormon tiroid yang konstan. Sinyal-sinyal hormon dikirim oleh area-area khusus dari otak (hypothalamus dan pituitary), akhirnya mengirim thyroid stimulating hormone (TSH) yang memajukan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Penyakit tiroid adalah terutama umum pada wanita-wanita dari yang berumur melahirkan anak. Sebagai akibatnya, adalah tidak mengherankan bahwa penyakit tiroid mungkin merumitkan perjalanan kehamilan. Diperkirakan bahwa 2.5% dari semua wanita-wanita hamil mempunyai beberapa derajat dari hypothyroidism. Frekwensinya bervariasi diantara populasi-populasi yang berbeda dan negara-negara yang berbeda. Sementara kehamilan sendiri adalah keadaan yang alamiah, dan sama sekalai tidak harus dipertimbangkan sebagai "penyakit", penyakit-penyakit tiroid selama kehamilan mungkin mempengaruhi keduanya ibu dan bayi. Artikel ini berfokus secara spesifik pada hypothyroidism dan kehamilan. Setelah penggambaran umum dari fungsi tiroid yang normal dan abnormal, data baru-baru ini pada konsekwensi-konsekwensi jangka panjang pada anak-anak dari ibu-ibu yang mempunyai hypothyroidism selama kehamilan akan ditinjau ulang.
Pada kehamilan normal akan terjadi beberapa perubahan penting yang mengubah fungsi tiroid. Saat tiga bulan pertama kehamilan, beberapa hormon akan mengalami perubahan, seperti kadar thyroid stimulating hormone (TSH) sedikit lebih rendah karena tingginya kadar hCG (hormon yang dinilai pada tes kehamilan) dan akan kembali normal sepanjang masa kehamilan berikutnya. Peningkatan kadar hormon tiroid (T4 total) juga sering meningkat karena peningkatan protein pengikat akibat naiknya kadar estrogen. Namun, kadar hormon tiroid bebas (bentuk aktif, yaitu T4 /FT4) tetap normal. Selain kadar hormon yang bisa berubah, ukuran kelenjar tiroid juga dapat membesar selama kehamilan terutama apabila sebelumnya mengalami kekurangan yodium.
Pada 10 – 12 minggu pertama kehamilan, bayi sangat tergantung pada produksi hormon tiroid ibu. Pada akhir trimester pertama kehamilan, tiroid bayi mulai mampu memproduksi hormon sendiri. Namun, kebutuhan yodium bayi untuk membuat hormon tiroid tetap tergantung dari makanan ibu . Penyebab utama hipertiroidisme pada kehamilan adalah penyakit Graves dan terjadi pada 1 dari 1500 kehamilan. Diagnosis hipertiroidisme pada kehamilan didapatkan melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium. Apabila hipertiroidisme tidak diterapi dengan baik akan menyebabkan persalinan prematur dan komplikasi kehamilan yang disebut preeklamsia. Penyakit Graves sering membaik selama trimester ketiga kehamilan dan mungkin memburuk setelah persalinan, karena berkurangnya kadar protein pengikat hormon.
Dampak lain akibat hipertiroidisme pada kehamilan adalah denyut jantung bayi yang lebih cepat, bayi kecil, prematur, bayi lahir mati, serta kemungkinan kelainan kongenital (kelainan yang didapat saat lahir). Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya menata laksana hipertiroidisme pada kehamilan. Selain itu, keadaan ini dapat pula menyebabkan hipertiroidisme pada bayi yang baru dilahirkan walaupun jarang ditemui.
Gejala-gejala :
Gejala- gejalanya bervariasi tergantung pada apakah ada terlalu banyak atau terlalu sedikit T4 (thyroxine)dalam darah :
1. pasien mengeluhkan perasaan gelisah
2. emosi
3. panas dan berkeringat
4. tubuh gemetaran
5. kesulitan berkonsentrasi
6. kehilangan berat badan
7. Buang air besar dan diare yang sering adalah umum.
Jika tingkat-tingkat T4 adalah rendah (hypothyroidism) sebagai akibat dari produksi yang berkurang oleh kelenjar tiroid, pasien-pasien seringkali mencatat kelelahan, kelesuan, dan kenaikan berat badan. Sembelit adalah umum dan banyak pasien-pasien dengan hypothyroidism melaporkan perasaan kedinginan yang berlebihan.
Hipotiroidisme/hipotiroid adalah kondisi dimana kelenjar gondok/kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon yang cukup dan gejala yang timbul antara lain kelelahan, depresi, sering lupa, tidak toleran terhadap dingin, sembelit dan kulit mengering.
Penanganan hipotiroid pada wanita hamil sama dengan pada wanita yang tidak hamil, seperti konsumsi hormon tiroid sintetis, synthetic levothyroxine (T4) yang biasanya diperoleh dari tiroid yang dikeringkan dari kelenjar-kelenjar tiroid hewan
Karena sifat perawatan hipotiroid yang sepanjang umur, maka sebelum hamil, ibu sebaiknya berkonsultasi ke dokter untuk memperoleh dosis konsumi T4 yang tepat
Ibu dengan terapi T4 yang hamil umumnya harus meningkatkan dosis konsumsi khususnya pada trimester pertama sampai sekurangnya 50 persen.
Hipotiroid pada ibu hamil yang tidak tertangani atau kurang cukup tertangani dapat mengakibatkan keguguran, lahir prematur dan penurunan IQ pada janin.
Anak/bayi yang lahir dengan hipotiroid bawaan (tanpa kelenjar tiroid sejak lahir) biasanya akan berkembang tidak normal jika tidak teridentifikasi dan tertangani dengan segera.
Di Amerika, semua bayi yang dilahirkan harus melalui pemeriksaan tiroid untuk mengetahui apakah ia memiliki kelainan tiroid bawaan agar dapat ditentukan terapi lebih dini untuk mencegah terjadinya retardasi/penurunan metal anak.
Delapan sampai sepuluh persen ibu ditengarai menderita postpartum thyoriditis (tiroiditis pasca salin) yang terjadi dalam 12 bulan pertama pasca melahirkan dimana terjadi hipertiroid yang diikuti dengan hipotiroid 2-3 bulan kemudian dan selanjutnya berangsur normal.
PENYAKIT TYPHOID PADA KEHAMILAN
A. Pengrtian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
D. Tanda dan Gejala
Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
o Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
o Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
o Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
F. Penatalaksanaan
1. Perawatan
a. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Pengobatan
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxilin dan ampicillin
PENYAKIT INFEKSI PADA KEHAMILAN
Infeksi didefinisikan sebagai invasi dan pembiakan mikro-organisme di jaringan tubuh, dengan akibat yang mungkin dapat dideteksi secara klinis atau hanya merupakan jejas seluler local Secara praktis, Infeksi dapat bergejala dan memberikan tanda klinis, dapat pula tidak terdeteksi.
Infeksi disebut bersifat sistemik, bila mengenai tubuh secara keseluruhan. Infeksi sistemik, dibedakan dengan infeksi fokal, yang merupakan infeksi yang terbatas pada organ/jaringan tubuh tertentu1. Secara praktis, infeksi sistemik memberikan gejala demam, peningkatan respirasi dan denyut nadi, serta memperlihatkan keterlibatan yang jelas sistem organ lain. Beberapa infeksi sistemik akan dibahas dalam makalah ini, khususnya dalam kaitan dengan pengaruh, pengenalan dan penatalaksanaannya pada kehamilan.Dalam memahami seberapa besar pengaruh infeksi terhadap individu, perlu dipahami konsep dasar penyakit infeksi, yaitu adanya interaksi antara 3 komponen : host (pejamu/individu), agent (kuman penyakit, bisa berupa bakteri, jamur, virus, protozoa, parasit), dan environment (lingkungan). Penyakit infeksi terjadi karena terdapat hubungan antara 3 komponen tersebut. Berat infeksi akan ditentukan oleh sifat yang terdapat pada 3 komponen tersebut. Rangkuman hal tersebut disajikan pada tabel 12. Kehamilan merupakan salah satu faktor pada komponen host, yang berpengaruh terhadap perjalanan penyakit infeksi.
Secara ringkas tentang penyakit-penyakit infeksi (yang perlu diwaspadai) pada ibu hamil adalah:
1. Toxoplasma
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasa hidup di dalam usus hewan peliharaan rumah seperti kucing, berkembang dalam sel epitel usus kucing berubah menjadi kista (ookista) yang keluar bersama tinja kucing tersebut. Sehingga sumber penularannya adalah kotoran hewan tersebut. Hewan lain yang dapat menjadi pembawa Toxoplasma adalah tikus, burung merpati, ayam, anjing dan mamalia lain yang mencari makan di tanah.
Cara penularan penyakit ini dapat melalui berbagai cara yaitu:
1. Mengkonsumsi daging mentah/kurang matang yang mengandung ookista
2. Menkonsumsi sayuran/buah mentah yang mengandung ookista tidak dicuci bersih.
3. Kontaminasi lewat darah (transfusi/suntikan) atau saliva (ludah) yang mengandung ookista.
4. Transplantasi organ yang terinfeksi toxoplasma.
5. Janin terinfeksi dari ibu (parasit dapat menembus sawar plasenta)
a. Pada umumnya, infeksi toxoplasma terjadi tanpa disertai dengan gejala yang spesifik, sehingga penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Kira-kira hanya 10 - 20% kasus infeksi toxoplasma yang disertai gejala ringan mirip influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam ringan, sakit kepala, nyeri otot, dan umumnya tidak menimbulkan masalah yang berat. Kecurigaan terhadap toxoplasmosis baru timbul bila gejala klinis disertai pembesaran kelehjar limfe, khususnya di sudut rahang, di daerah depan dan belakang telinga, dan tidak nyeri tekan.
Infeksi toxoplasma lebih berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu misalnya penderita AIDS, pasien transplantasi organ yang mendapat obat penekan respon imun (seperti kortikosteroid), mendapat radioterapi dan lainnya.
Beberapa penelitian menyebutkan ibu hamil yang terkena infeksi toxoplasma pada trimester pertama, 15% dari janin yang dikandungnya akan turut terinfeksi, dibandingkan dengan 30% jika terinfeksi pada trimester kedua dan 45-60% pada trimester ketiga. Infeksi yang terjadi pada kehamilan yang lebih muda akan menimbulkan gejala yang lebih berat bahkan dapat fatal.
Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma, maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus atau keguguran (sekitar 4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita toxoplasmosis bawaan. Pada toxoplasmosis bawaan, gejala dapat langsung terlihat adanya masalah klinis dan atau kecacatan seperti splenomegali (pembesaran limpa), hepatomegali (pembesaran hati), ikterik (bayi kuning), demam, pneumonia (radang paru), konvulsi (kejang), hidrocepalus (pembesaran ukuran kepala), mikrocephalus (ukuran kepala kecil) dan sebagainya. Sedangkan toxoplasmosis bawaan yang asimptomatik (gejala tidak langsung nampak), gejala baru muncul/tampak beberapa hari, minggu, atau bulan, bahkan beberapa tahun kemudian seperti kelainan mata dan telinga, kelainan otak, ensefalitis (radang otak), keterbelakangan mental, kelainan jantung dan sebagainya.
Dengan gejala-gejala yang tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik), diagnosis toxoplasmosis sukar ditentukan secara klinis. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosisnya. Kadang perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan (diulang) untuk mendapatkan hasil positif.
Cara untuk menghindarkan diri dari Toxoplasmosis, antara lain:
• Pencegahan terjadinya Toxoplasmosis kongenital adalah dengan menjaga tidak terjadi infeksi akut selama selama kehamilan, atau jika infeksi akut segera diobati.
• Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan, atau setelah kontak dengan kucing dan atau kotoran kucing.
• Konsumsi makanan yang dimasak sampai matang benar (kista dalam jaringan mati pada pemanasan > 66° C)
• Jangan makan daging dan atau telur mentah atau setengah matang
• Cuci bersih semua buah dan sayuran sebelum dimakan mentah.
• Gunakan sarung tangan (karet) saat berkebun, membersihkan kandang hewan, dan terutama selama berhubungan dengan kotoran kucing. Setelah selesai cuci tangan, sarung tangan dan semua peralatan yang dipakai dengan sabun sampai bersih. Jangan meletakkan peralatan tersebut sembarangan (harus jauh dengan makanan atau peralatan makan).
• Binatang yang dapat memindahkan toxoplasma seperti tikus, kecoa, lalat dan binatang merayap lainnya harus dibasmi.
• Karena kucing bisa menghasilkan oosit, pembuangan fesesnya harus diperhatikan benar.
2. Rubella
Infeksi rubella disebabkan oleh virus rubella, bisa menyerang anak-anak dan dewasa muda. Biasanya infeksi karena virus ini ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Apabila terjadi pada wanita hamil muda infeksi rubella sangat berbahaya karena menyebabkan kelainan pada bayi. Menurut American College of Obstetrician and Gynekologyst (1981), jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka resiko kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi terjadi di trimester pertama maka resikonya menjadi 25%.
Cara penularan (transmisi) infeksi ini adalah melalui
• Saluran pernafasan
• Janin terinfeksi dari ibu
Penentuan diagnosisnya juga dengan pemeriksaan laboratorium. Apabila memungkinkan, bisa dilakukan vaksinasi agar memiliki kekebalan terhadap infeksi virus tersebut.
3. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus cytomegalo. Virus ini termasuk golongan keluarga herpes, dan dapat tinggal secara laten di dalam tubuh.
Jika ibu hamil terinfeksi CMV maka janin yang dikandung mempunyai resiko tertular sehingga terjadi gangguan yang bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Umumnya bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah, ada gangguan gejala kuning, pembesaran hati dan limpa, ketulian, pengkapurn otak, mikrosefali (kepala kecil), retardasi mental dan sebagainya.
Infeksi akut virus ini mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada infeksi berulang.
Cara penularan (transmisi) penyakit ini adalah melalui:
• Kontak langsung/tidak langsung
• Hubungan seksual
• Transfusi darah
• Transplantasi organ
• Janin terinfeksi dari ibu
• Bayi infeksi saat menyusui
Adanya infeksi tersebut bisa diketahui dengan pemeriksaan laboratorium.
4. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkanoleh virus herpes simplex tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam di ganglion sistem syaraf otonom.
Infeksi virus ini dapat menyebabkan terjadinya kanker leher rahim (serviks uteri) dan bila terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan kelainan serius pada janin.
Kelainan pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II, dapat berupa lepuh pada kulit (tidak selalu muncul), stomatis rekuren, mikrosefali (kepala kecil), radang otak, radang mata, radang hati dan sebagainya.
Penularan (transmisi) penyakit ini melalui :
• Kontak langsung/tidak langsung
• Hubungan seksual
• Janin terinfeksi dari ibu
• Bayi terinfeksi saat lahir (kontak dengan leher rahim yang terinfeksi)
Kemungkinan terjadinya infeksi virus ini bisa dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium
5. Infeksi Lain : PHS, Hepatitis B, HIV AIDS dan lainnya
PHS atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti Gonorrhoea (GO), Shyphilis, dan Chlamydia dan atau Hepatitis B, HIV AIDS bila menginfeksi ibu hamil dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada janin berupa kecacatan. Penyakit yang akan muncul kemudian misalnya sirosis hati dan kanker hati (bila terinfeksi Hepatits B), tertular penyakit HIV AIDS maupun terjadinya keguguran.
Cara penularan (transmisi) bisa melalui:
• Hubungan seksual
• Kontak langsung/tidak langsung
• Janin terinfeksi dari ibu
• Bayi terinfeksi saat hamil
Beberapa tips untuk menghindari Infeksi TORCH dan Infeksi lainnya.
1. Pola hidup yang bersih dan sehat, baik makanan, pakaian, kebersihan diri, tempat tinggal, dan sebagainya.
2. Periksa dan konsultasi pada dokter bila termasuk resiko tinggi terinfeksi penyakit torch dan infeksi lainnya.
3. Bila hamil, harus rutin periksa ke dokter (ahlinya) terutama bagi yang beresiko tinggi agar dapat dideteksi dini sehingga bila positif terinfeksi dapat segera ditangani.
4. Hanya melakukan hubungan seksual yang sehat dengan istri.
5. membiasakan hidup sehat dan seimbang dengan makanan bergizi, rutin olahraga, istirahat cukup serta kehidupan spiritual yang taat.
6. Bagi yang suka berkebun dan atau memelihara hewan yang bisa menularkan penyakit ini harus selalu menjaga dan mencegah (mengantisipasi) resiko terjadi atau tertularnya penyakit.
Malaria Pada Kehamilan
Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
dinegara-negara seluruh dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama
dinegara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit
protozoa dari Genus plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia
adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum. Badan kesehatan
seduania (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun karena
menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta
orang sebagai “Carrier” dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria
(1,3,31).
Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak
terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan
dapat disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum
merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap
morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya (2,4,5).
Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria
dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan
yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi
densitas parasit malaria berat (10).
Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita hamil
umumnya cukup tinggi, dari El vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil;
dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76% (6,13).
Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu
mendapat perhatian khusus. Selanjutnya pada tinjauan pustaka ini akan dibahas
pengaruh malaria terhadap ibu dan janinnya serta kontrol terhadap malaria selama
kehamilan.
II. PENGARUH MALARIA SELAMA KEHAMILAN
A. PADA IBU
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada
tingkat kekebalan seseotrang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah
kehamilan). Ibu hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat
menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian (4).
Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang
dilaporkan (15). Gejala klinis malaria dan densitas para sitemia dipengaruhi paritas,
sehingga akan lebuh berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada
multigravida (kehamilan selanjutnya) 2.
Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah
demam, anemia, hipoglikemia, edema paru, akut dan, malaria berat lainnya.
© 2003 Digitized by USU digital library 2
1. Demam
Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan pada ibu
hamil dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama pada Primigravida.
Pada ibu hamil yang multigravida dari daerah endemisitas tinggi jarang timbul gejala
malaria termasuk demam, meskipun terdapat parasitemia yang tinggi (8,26).
2. Anemia
Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar haemoglobin
(Hb) < 11 g/ dl. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb
dalam darah hubungannya dengan parasitemia, terbesar terjadi pada primigravida
dan berkurang sesuai dengan penyusunan peningkatan paritas (2). Van Dongen
(1983) melaporkan bahwa di Zambia, primigravida dengan infeksi P. falciparum
merupakan kelompokyang beresiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan
multigravida (23). Di Nigeria Fleming (1984) melaporkan bahwa malaria sebagai
penyebab anemia ditemukan pada 40% penderita anemia primigravida (24).
Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang mengandung
parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin (1990)
yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan
menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya (28). Pada
penelitian yang sama Brabin melaporkan hubungan BBLR (berat badan lahir rendah)
dan anemia berat pada primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester I
kehamilan, sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi
dengan berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal
janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan (28).
Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu
hamil, dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan
meningkatnya angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah
persalinan (Post-partum hemorrhage) 15.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia juga terdapat sebagai komplikasi malaria, sering ditemukan pada
wanita hamil daripada tidak hamil. Pada wanita hamil terjadi perubahan metabolisme
karbohidrat yang cenderung menyebebkan terjadinya Hipoglikemia, terutama pada
trimester akhir kehamilan (3,21,22). Dilaporkan juga bahwa sel darah merah yang
terinfeksi parasit malaria memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel
darah merah yang tidak terinfeksi, sehingga pada penderita dengan hiperparasitemia
dapat terjadi hipoglikemia. Selain daripada itu, pada wanita hamil dapat terjadi
hipoglikemia karena meningkatnya fungsi sel B pankreas, sehingga pembentukan
insulin bertambah (15).
Seorang menderita hipoglikemia bila kadar glukosa dalam darah lebih rendah
dari 2, 2 m.mol perliter. Mekanisme terjadinya hipoglikemia sangat kompleks dan
belum diketahui secara pasti. Berdasarkan faktor tersebut diatas jelaslah bahwa
wanita hamil yang terinfeksi malaria cenderung untuk menderita hipoglikemia.
Migasena (1983) melaporkan bahwa wanita hamil diantara 6 kasus menderita
hipoglikemia dan White (1983) mendapatkan 50% kasus hipoglikemia yang diteliti
ternyata wanita hamil (14,27).
Gejala hipoglikemia dapat berupa gangguan kesadaran sampai koma. Bila
sebelumnya penderita sudah dalam keadaan koma karena ‘ malaria serebral’, maka
komanya akan lebih dalam lagi. Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus
dengan dekstrosa maka kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena ada hiperinsulinemia,
keadaan hipoglikemia dapat kambuh dalam beberapa hari (7).
© 2003 Digitized by USU digital library 3
4. Edema paru akut
Biasanya kelainan ini terjadi setelah persalinan bagaimana cara terjadinya
edema paru ini masih belum jelas kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah
post-partum yang penuh dengan sel darah merah yang terinfeksi. Gejalanya, mulamula
frekuensi pernafasan meningkat, kemudian terjadi dispenia (sesak nafas) dan
penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam (3,21,22).
5. Malaria Berat Lainnya
Menurut WHO, penderita malaria berat adalah penderita yang darah tepinya
mengandung stadium aseksual palsmodium falciparum yang disertai gejala klinik
berat dengan catatan kemungkinan penyakit lain telah disingkirkan3.
Gejala klinik dan tanda malaria berat antara lain hiperparasitemia (> 5% sdm
terinfeksi), malaria otak, anemia berat (Hb < 7,1 g/ dl), hiperpereksia (suhu > 40
oC), edema paru, gaagl ginjal, hipoglikemia, syok (3,21,22). Gejala dan tanda-tanda
malaria tersebut diatas perlu diperhatikan, karena kasus ini memerlukan
penanganan khusus baik untuk keselamatan ibu maupun untuk kelangsungan hidup
janinnya.
B. PADA JANIN
Malaria Plasenta.
Plasenta (ari-ari) merupakan organ penghubung antara ibu dan janinnya.
Fungsi plasenta antara lain :
1. memberi makanan kejanin (nutrisi)
2. mengeluarkan sisa metabolisme (ekskresi)
3. memberi O2 dan mengeluarkan CO2
4. membentuk hormon dan
5. mengeluarkan anti bodi kejanin (25).
Plasenta juga berfungsi sebagai “Barrier” (penghalang) terhadap bakteri,
parasit dan virus. Karena itu ibu terinfeksi parasit malaria, maka parasit akan
mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal
(7,29,30).
Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat
menembus plasenta dan masuk kesirkulasi darah janin, sehingga terjadi malaria
kongenital. Beberapa penelitii menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan
mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta yang
meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis @ 5.
Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit kejanin. Oleh sebab
itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi transmisi
malaria intra-uretrin ke janin, walaupun mekanisme transplasental dari parasit ini
masih belum diketahui 20.
Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi
pada malaria berat dan apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas
masih belum diketahui 32. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin,
karena terganggunya tarnsfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi
(hiper-pireksia) atau hipoksia karena anemial5. Kemungkinan lain adalah Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh antigen,
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai Kelainan pada
malaria, antara lain demam, kematian janin, abortus32.
Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepil9. Kortmann
(1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit yang
terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit. Jadi
tidak ada hubungan antara kepdatan parasit dalam darah tepi dan plasenta pada
plasenta yang baik perkembangan kekebalannya. Sebaliknya pada wanita yang tidak
© 2003 Digitized by USU digital library 4
kebal dari daerah non endemi, sering terdapat parasit ilmiah tinggi tanpa infeksi
parasit yang berat pada plasenta. Jefile di Kampala Uganda, melaporkan dari 750
wanita hamil yang diperiksa, 5,6% di antaranya menanggung parasit malaria dalam
darah tepinya, tetapi pada pemeriksaan plasenta infeksinya mencapai 6,1%. Hal ini
mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak,
seperti pada kapiler alat dalam lainnya12.
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan
berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama15. Hal ini
mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau
keduanya. Selama epidemi telah dilaporkan kelahiran prematur yang tinggi, mungkin
hal ini berhubungan dengan gejala infeksi akut. Pertumbuhan lambat intra-uretrin
pada malaria maternal berhubungan dengan malaria plasenta dan hal ini disebabkan
oleh berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin15. Tetapi hal ini
biukan suatu mekanisme yang menghambat pertumbuhan intra uretrin, karena berat
badan lahir rendah (BBLR) dilaporkan pada daerah dengan pervalensi malaria
plasenta rendah. Laporan terakhir menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
antara BBLR dengan malaria plasenta. Hal ini berarti bahwa patofisiologi
pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria adalah multifactor. Sebagai contoh,
anemia maternal berhubungan dengan BBLR baik di daerah endemi maupun pada
daerah non-endemi.
Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi
daripada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan
peningkatan paritas ibu. Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas
ibu, ini dapat diterangkan bahwa pada multi gravida kekeblan pada ibu telah
dibentuk dan meningkat.
III. KONTROL MALARIA SELAMA KEHAMILAN
1. Kemoprofilaksis
Strategi kontrol malaria saat ini untuk kehamilan masih merupakan
pemberian kemoprofilaksis anti malaria yang rutin yaitu klorokuin pada setiap wanita
hamil dalam daerah endemi malaria. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
kemoprofilaksis dapat mengurangi anemia pada ibu dan menambah berat badan
lahir terutama pada kelahiran pertama. Resiko malaria dan konsekwensi bahayanya
tidak meningkat selama kehamilan kedua pada wanita yang menerima
kemoprofilaksis selama kehamilan pertama14.
Pada daerah endemisitas tinggi untuh P. falciparun infeksi malaria selama
kehamilan menyebabkan rendahnya berat bayi lahir merupakan faktor resiko yang
paling besar untuk mortalitas neonatal17. Kemoprofilaksis yang diberikan selama
kehamilan dapat meningkatkan berat kelahiran rata-rata, terutama pada kehamilan
pertama dn menurunkan tingkat mortalitas bayi kira-kira 20%11.
Rata-rata bayi yang dilahirkan pada kehamilan pertama bagi ibu yang
menerima kemoprofilaksis lebih tinggi daripada berat bayi yang ibunya tidak
menerima kemoprofilaksis. Kelahiran mati dan setelah mati lahir lebih kurang pada
bayi dan ibu-ibu yang menerima kemoprofilaksis dibandingkan denghan bayi dari
ibu-ibu yang tidak mendapat kemoprofilaksis11.
2. Kemoterapi
Kemoterpi tergantung pada diagnosis dini dan pengobatan klinis segera.
Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas kemoterpi pada wanita hamil
tampak kurang rapi karena pada wanita imun infeksi dapat berlangsung tanpa
gejala. Pada wanita dengan kekebalan rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini
© 2003 Digitized by USU digital library 5
dan pengobatan segera ternyata belum dapat mencegah perkembanagan anemia
pada ibu dan juga berkurangnya berat badan lahir bayi15.
3. Mengurangi Kontak dengan Vektor
Mengurangi kontak dengan vektor seperti insektisida, pemakaian kelabu yang
dicelup dengan insektisida mengurangi prevalensi parasitemia, khususnya densitas
tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria. Pada wanita hamil di Thailand
dilaporkan bahwa pemakaian kelambu efektif dalam mengurangi anemia maternal
dan parasitemia densitas tinggi, tetapi tidak efektif dalam meningkatkan berat badan
lahir rendah15.
4. Vaksinasi
Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen protektif pada
ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari sporozoit, merozoit, dan
gametosit31.
Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru muncul
dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan vaksin untuk mencegah malaria selama kehamilan, yaitu :
a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan
b. Tahap siklus hidup parasit
c. Waktu pemberian vaksin15.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang aman dan efektif untuk
penanggulangan malaria7.
DAFTAR PUSTAKA
http://pkusolo.wordpress.com/2007/11/20/penyakit-infeksi-sistemik-pada-kehamilan-segi-praktis-pengenalan-dan-penatalaksanaannya/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar