Tampilkan postingan dengan label PROFESI NERS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PROFESI NERS. Tampilkan semua postingan

Askep SNNT



0 komentar

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
  1. Untuk mengetahui Definisi Struma endemic
  2. Untuk mengetahui klasifikasi Struma endemic
  3. Untuk mengetahui Etiologi Struma endemic
  4. Untuk mengetahui Patofisiologi Struma endemic
  5. Untuk mengetahui Penyimpangan KDM struma endemic
  6. Untuk mengetahui Manifestasi klinis Struma endemic
  7. Untuk mengetahui Data penunjang Struma endemic
  8. Untuk mengetahui Komplikasi Struma endemic
  9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Struma endemic
  10. Untuk mengetahui Konsep ASKEP Struma endemic yang meliputi Pengkajian,pemeriksaan fisik, diagnose keperawatan,intervensi dan rasional.
BAB II
ISI
  1. Konsep Medis
    1. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
  1. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu
  • Berdasarkan jumlah nodul :
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
  • Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu: nodul dingin,nodul hangat dan nodul panas.
  • Berdasarkan konsistensinya:
    Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.
  1. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
  • Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
  • Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
  • Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
    Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batu bara.
    Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
  • Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
  • Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
  1. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
  1. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan oleh astruma endemic yaitu
  • Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan
  • Rasa tercekik di tenggorokan
  • Nyeri
  • Suara serak
  • Kesulitan menelan
  • Kesulitan bernafas.
  • Disfagia
  1. Data penunjang
  • Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
  1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
  2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
  3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
  • Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG ialah :
  1. Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
  2. Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai halo yaitu suatu lingkaran hipoekonik disekelilingnya.
  3. Kemungkinan karsinoma : nodul padat, biasanya tanpa halo.
  4. Tiroiditis hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
    Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan, lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.
  • Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
  • Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan panas dengan sekitarnya > C dan°0.9 dingin > C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa pada°0.9 yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan, lain.
Khususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut Gobien, ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik tiroid adalah 98 %
  1. Komplikasi
    Komplikasi tiroidektomi
    1. Perdarahan.
    2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
    3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
    4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.
    5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
    6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
    7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
  1. Penatalaksanaan
    1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
    2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
  1. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
  1. Penatalaksanaan Bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
  1. Terapi : pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa yang menekan.
  2. Ekstirpasi :penyakit keganasan.
  3. Paliasi : eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala penekanan mengganggu.
  1. Reseksi Subtotal
Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik, struma multinodular non toksik.
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus, yang memotong pembuluh darah tiroidea superior, vena + hyroidea media dan vena tiroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus piramidalis. Ligasi pembuluh darah tiroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior dapat menimbulkan perubahan suara yang bermakna.
Sisa thyroidea dari lobus kiri harus sekitar 3 sampai 4 gram. Ini dapat dinilai dengan menilai berbagai ukuran thyroidea pada timbangan. Lobus dapat dieksisi lengkap dengan memotong isthmus atau ia dapat dijaga kontinyu dengan isthmus yang dikupas bebas dari tracea di bawahnya.
  1. Lobektomi Total
Dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroidea dan bila penyakit unilobaris yang mendasari tidak pasti.  Bila dilakukan pengupasan suatu lobus, untuk tumor ganas maka pembuluh darah tiroidea superior, vena tiroidea media dan vena tiroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroidea dan nervus laryngeus diidentifikasi dan dilindungi. Lobus tiroidea diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroidea terlihat dekat cabang terminal fasia (ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligamentum dan biasanya di bawah cabang terminal arteria tiroidea inferior.
Pada sejumlah tumor ganas seperti varian folikularis dan meduler direkomendasikan lobektomi total bilateral dengan pengupasan kelenjar limfe sentral.
Pengobatan untuk nodul tiroid yang bukan tiroiditis atau keganasan :
Apabila didapatkan nodul hangat, dapat diberikan preparat l-thyroxin selama 4-5 bulan dan kemudian sidik tiroid dapat diulang. Apabila nodul mengecil maka terapi dapat diteruskan namun apabila tidak mengecil dilakukan biopsi aspirasi atau operasi.
Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm observasi saja, tetapi kalau > 2,5 mm terapinya ialah operatif karena dikhawatirkan mudah timbul hipertiroidisme.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
  1. Pengkajian
    1. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,atrofi otot.
    2. Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
    3. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
    4. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
    5. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
    6. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
    7. Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptalmus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
    8. Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
  1. Pemeriksaan Fisik
    1. Inspeksi
Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
Pembengkakan :
  • bentuk : – diffus atau lokal
  • ukuran : besar dan kecil
  • permukaan : halus atau modular
  • keadaan : kulit dan tepi
  • gerakan : pada waktu menelan.
Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.
  1.  Palpasi
Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan tepinya.
Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya).
Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).
Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras).
Mobilitas.
Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.
Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.
Nyeri pada penekanan atau tidak.
  1. Perkusi
Jarang dilakukan
Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.
  1. Auskultasi
Jarang dilakukan
Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.
  1. Diagnosa keperawatan
    1. Pola napas tak efektif berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea
    2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat akibat disfagia
    3. Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk leher
    4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
    5. Gangguan rasa aman : Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit ,pengobatanya / persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.
    6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
  1. Intervensi dan rasional
v  Diagnosa 1 ;
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Intervensi dan rasional
  1. I / Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
    R / Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
  2. I / Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
    R/ Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
  3. I / Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
    R / Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
  4. I / Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokong kepala dengan bantal.
    R / Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
  5. I / Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
    R / Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.
  6.  I / Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.
    R / Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri.
  7. I / Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
    R / Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
  8. I / Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
    R / Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
v  Diagnosa 2
Tujuan yang ingin dicapai : Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi dan bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi dan rasional
  1. I / Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari perhatikan tingkat energy,keinginana untuk makan dan anoreksia
    R / Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpanagn dari normal/dari dasar pasien dan mempengarui pilihan intervensi.
  2. I / Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan
    R / membuat data dasar , membantu dalam memntau keefektifan atursn terapeutik,dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam penurunan berat badan.
  3. I / Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam,riwayat makanan,jumlah kaloori yang tepat.
    R / Mengidentifikasi keseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan actual.
  4. I / berikan larutan nutrisi pada kecepatsn yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai kebutuhan.Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran.
    R / ketentuan dukungan nutrisi didasarkan pada perkiraan kebutuhan kalori dan protein. Kecepatan konsisten dari pemberian nutrisi akan menjamin penggunaan tepat dengan efek samping lebih sedikit
v  Diagnosa 3
Tujuan: mengungkapkan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri diungkapkan secara verbal
I/ Kaji pandangan klien terhadap penampilan dirinya
R/ Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatakan kemajuan kesehatannya.
I/ Bina hubungan saling percaya
R/ Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang teraupetik perawat dan klien.
I/ Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita
R/Ungkapan perasaan klien kepada perawat sebagai bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat.
I/ Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
R/ Memberikan hal yang positif atau pengakuan akan meningkatkan harga diri klien
v  Diagnosa 4
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
Intervensi dan rasional
  1. I / Kaji fungsi bicara secara periodik.
    R / Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
  2. I / Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.
    R / Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
  3. I / berikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
    R / Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
  4. I / Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
    R / Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
  5. I / Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.
    R / Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.
  6. I / Pertahankan lingkungan yang tenang.
    R / Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.
v  Diagnosa 5
Tujuan : klien tampak rileks, melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi, mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat untuk membagikan perasaannya
interfensi dan rasional
  1. I/ Kaji tingkat kecemasan dengan skala 0-5.
    R/Pengkajian yang dilakukan menegaskan bahwa rasa cemas yang dirasakan berhubungan dengan krisis situasi yang dialami oleh klien.
  2. I/Berikan lingkungan yang menyenangkan agar klien dapat isirahat
    R/Suasana sekitar lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan periode istirahat klien dan kenyamanan psikologis
  3. I/Observasi tanda – tanda vital setiap 8 jam
    R/Perubahan pada tanda-tanda vital (peningkatan denyut nadi/frekuensi pernapasan) menunjukkan tingkat ansietas yang dialami pasien atau merefleksikan gangguan-gangguan faktor psikologis misalnya ketidakseimbangan endokrin.
  4. I/Berikan obat ansietas (tranzquilizer, sedatif) dan pantau efeknya
    R/dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan untuk menurunkan pengaruh dari sekresi hormon tiroid yang berlebihan
v  Diagnosa 6
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Intervensi dan rasional
  1. I / Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
    R / Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
  2. I / Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.
    R / Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
  3. I / Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
    R / Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
  4. I/ Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
    R / Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
  5. I / Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
    R / Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
  6. I / Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.
    R / Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
  1. I / Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
  2. I / Berikan es jika ada indikasi
BAB IV
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi.Klasifikasi dari struma nodosa non toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya.Etiologi dari struma nodosa non toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya.Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo atau hipertiroidi.
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan petanda Tumor (tumor marker).Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total.Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.

ASKEP FRAKTUR FEMUR



0 komentar

DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

 

FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

 

KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.      Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
·         Melalui kepala femur (capital fraktur)
·         Hanya di bawah kepala femur
·         Melalui leher dari femur
2.      Fraktur Ekstrakapsuler;
·         Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·         Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
PATOFISIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
·         Osteoporosis Imperfekta
·         Osteoporosis
·         Penyakit metabolik
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah   trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
·         Nyeri hebat di tempat fraktur
·         Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·         Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·         Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
·         X.Ray
·         Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
·         Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
·         CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·         Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·         Memperbaiki dan mencegah deformitas
·         Immobilisasi
·         Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).
·         Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,  di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang  atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.                                                   
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.


RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
·         Mengatasi perdarahan
·         Mengatasi nyeri
·         Mencegah komplikasi
·         Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONALISASI
1.
Potensial terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a)Observasi tanda-tanda vital.
b)Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi
d)Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
e)Pemberian cairan per infus
f)Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
g)Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an
c)Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e)Pemberian cairan per-infus.
f)Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g)Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri  s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a)      Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b)      Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c)      Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d)     Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e)      Pemberian obat-obatan analgesik
a)      Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.
b)      Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c)      Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d)     Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e)      Mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a)      Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b)      Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c)      Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d)     Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
e)      Pemeriksaan darah : leokosit
f)       Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g)      Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
a)      Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b)      Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c)      Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d)     Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e)      Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f)       Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g)      Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a)      Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b)      Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).
c)      Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d)     Membantu pasien dalam perawatan diri
e)      Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
f)       Memberikan diit tinggi protein , vitamin ,  dan mi-  neral.
KOLABORASI :
g)      Konsul dengan bagi- an fisioterapi
a)      Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)
b)      Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c)      Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d)     Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e)      Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f)       Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
g)      Untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in-  formasi.
INDEPENDEN:
a)      Menjelaskan tentang kelainan yang muncul  prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b)      Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
c)      Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d)     Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e)      Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
a)      Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b)      Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c)      Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d)     Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
e)      Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.

FRAKTUR FEMUR

DEFINISI

Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

 

FISIOLOGI / ANATOMI

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian t[R1]erjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

 

KLASIFIKASI

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.      Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
·         Melalui kepala femur (capital fraktur)
·         Hanya di bawah kepala femur
·         Melalui leher dari femur
2.      Fraktur Ekstrakapsuler;
·         Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
·         Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

PATOFISIOLOGI

Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
·         Osteoporosis Imperfekta
·         Osteoporosis
·         Penyakit metabolik

TRAUMA

Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah   trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
·         Nyeri hebat di tempat fraktur
·         Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·         Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·         Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
·         X.Ray
·         Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
·         Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
·         CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·         Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·         Memperbaiki dan mencegah deformitas
·         Immobilisasi
·         Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).
·         Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,  di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang  atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.                                                  
PENGKAJIAN
1.      Riwayat keperawatan
a.       Riwayat Perjalanan penyakit
-          Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
-          Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
-          Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
-          Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
-          Kehilangan fungsi
-          Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b.      Riwayat pengobatan sebelumnya
-          Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
-          Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
-          Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
-          Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c.       Proses pertolongan pertama yang dilakukan
-          Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
-          Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Mengidentifikasi tipe fraktur
b.      Inspeksi daerah mana yang terkena
-          Deformitas yang nampak jelas
-          Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
-          Laserasi
-          Perubahan warna kulit
-          Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c.       Palpasi
-          Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
-          Krepitasi
-          Nadi, dingin
-          Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
KASUS
Saudara adalah seorang perawat di ruang bedah yang diberi tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. Muria, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited. Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak, pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan terasa baal.
SOAL : Buatlah rencana asuhan keperawatan disertai rasionalisasinya !
JAWAB:
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
·         Mengatasi perdarahan
·         Mengatasi nyeri
·         Mencegah komplikasi
·         Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONALISASI
1.
Potensial terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a)Observasi tanda-tanda vital.
b)Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi
d)Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
e)Pemberian cairan per infus
f)Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
g)Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an
c)Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e)Pemberian cairan per-infus.
f)Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g)Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri  s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a)      Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b)      Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c)      Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d)     Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e)      Pemberian obat-obatan analgesik
a)      Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.
b)      Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c)      Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d)     Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e)      Mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a)      Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b)      Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c)      Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d)     Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
e)      Pemeriksaan darah : leokosit
f)       Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g)      Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
a)      Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b)      Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c)      Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d)     Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e)      Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f)       Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g)      Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a)      Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b)      Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).
c)      Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d)     Membantu pasien dalam perawatan diri
e)      Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
f)       Memberikan diit tinggi protein , vitamin ,  dan mi-  neral.
KOLABORASI :
g)      Konsul dengan bagi- an fisioterapi
a)      Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)
b)      Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c)      Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d)     Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e)      Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f)       Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
g)      Untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in-  formasi.
INDEPENDEN:
a)      Menjelaskan tentang kelainan yang muncul  prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b)      Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
c)      Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d)     Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e)      Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
a)      Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b)      Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c)      Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d)     Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
e)      Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
older post