The best achievment in 2018



0 komentar
Assalamu'alaikum blog..


Udah bertahun aku ngebiarin kamu sawangan aja, maafkan ya.. Haha

Iya, selain udah gak punya pc. Kesibukan kuliah waktu itu pas pratik ners, lalu sibuk kerja dan ngurus anak jadi gak punya kesempatan nulis barang sekata pun di blog. Padahal banyak banget kejadian yang pengen diceritain di blog. Tagih aku ya buat cerita tentang Aqma!

Hari terakhir tahun 2018 ini, aku mau cerita pencapaian terbesarku tahun ini. Ya bahkan tahun-tahun sebelumnya juga sih.
Apa itu??

Alhamdulillahnya aku bisa membahagiakan orang tua, mertua dan semua yang mempunyai bayangan aku jadi abdi negara. Aku mewujudkannya! Aku masuk CPNS 2018 dengan formasi perawat di RSUD WONOSARI.
Dimulai dari pendaftaran yaitu pemberkasan yang superduper ribet banyak yang harus diurus. Tapi Alhamdulillah Gunungkidul gak seribet kabupaten lain sih. Masih bisa kekejar kok pendaftarannya.
Tanggal 13 November aku ujian SKB pertama dan hasilnya kurang memuaskan. Tapi ntah kenapa aku biasa aja, aku punya feeling pasti bakal lanjut. Ternyata beneran loh itu panselnas bikin ketentuan perankingan. Qodarullah, aku masuk ranking dan bisa ikut tes SKB.
Bulan Desember, di tanggal 13 juga aku ikut SKB. Berbekal hasil belajar bersama grup telegram perawat se Indonesia, aku mantep Bismillah ikut SKB.
Huhuhu ternyata soal yang kudapat kaya jenis soal baru. Aku belum pernah nemu di diskusi telegram. Soalnya lumayan susah wkwk dan aku final di angka 300 aja.
Sambil terus pantau, dan.......... Alhamdulillah 28 Desember ini Allah anugerahkan kebahagiaan berupa pengumuman aku lolos di CPNS ini. Alhamdulillah 😍






0 komentar

AKTUALISASI DIRI

AKTUALISASI DIRI

BAB I
TEORI ABRAHAM MASLOW TENTANG AKTULISASI DIRI

Pendahuluan
Dari hasil survey Indonesian Happiness Index 2007 oleh Frontier Consulting
Group diketahui bahwa kaum profesional mengaku sebagai orang paling bahagia.
Disusul oleh middle management, tentara dan pegawai tingkat staf. Anehnya,
jajaran top management yang selama ini di-identik-kan sebagai kaum the haves
justru menduduki tingkat paling rendah atau paling tidak bahagia, Mereka
tidak mendapatkan apa yang dicari, yaitu mungkin aktualisasi diri. Berbeda
dengan pekerja di tingkat staf yang kebutuhannya di tingkat life and
belongings. Ketika para staf bertemu dengan teman akrab dan bersosialisasi
maka sudah cukup sebagai ajang dari aktualisasi diri. Serta mengapa sebuah
situs jejaring sosial, Milist-milis begitu banyak yang menyukainya karena
keduanya menyentuh kebutuhan manusia untuk Aktualiasasi diri.

Aktualisasi diri adalah sebuah keadaan dimana seorang manusia telah merasa
menjadi dirinya sendiri, ia mengerjakan sesuatu yang disukainya dan ia
mengerjakannya dengan gembira, dengan hati yang bernyanyi. Ia tidak lagi
menempatkan keberhasilan dari pekerjaannya kepada ukuran yang biasanya
berlaku, yakni penghasilan yang diperoleh dari hasil sebuah kerja. Ukurannya
menjadi berubah sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan difahami
oleh dirinya.ktualisasi diri juga dapat diartikan bagaimana kita
mengembangkan kekuatan diri kita sendiri. Dan untuk mempraktekkan
aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan kekayaan mental (kepercayaan diri,
disiplin, tanggung jawab, dan integritas), karena dengan ini semua maka kita
tahu mengenai kelebihan kita dan mampu mencapai apa yang
diinginkan.Simpelnya Maslow bilang, proses aktualisasi diri adalah
perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang
terpendam. Istilah lainnya ‘menjadi manusiawi secara penuh’

Teori Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan
sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan untuk
menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya.”. Aktualisasi diri
ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan,
hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas,
humoris, dan mandiri―pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus
atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk
aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa
pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan
seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini di akui
oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang
dewasa yang mencapai aktualisasi diri.

Aktualisasi diri adalah tahap pencapaian oleh seorang manusia terhadap apa
yang mulai disadarinya ada dalam dirinya. Ia mulai mencari tahu untuk apa
dirinya diciptakan dan dikirimkan Tuhan YME ke muka bumi ini. Semua manusia
akan mengalami fasa itu, hanya saja sebagian dari manusia terkena jebakan
pada nilai-nilai atau ukuran-ukuran pencapaian dari tiap tahapan yang
dikemukakan Maslow. Kalau saja seorang manusia bisa cepat melampaui tiap
tahapan itu dan segera mencapai tahapan terakhir, tahap aktualisasi diri,
maka ia punya kesempatan untuk mencari tahu siapa dirinya sebenarnya. Apa
misi yang harus dilaksanakannya dalam kehidupannya di muka bumi, untuk apa
ia diciptakan.

Ahli jiwa termashur Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs
menggunakan istilah aktualisasi diri (self-actualization) sebagai kebutuhan
dan pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa, tanpa
memandang suku atau asal-usul seseorang, setiap manusia mengalami
tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya.
Kebutuhan tersebut meliputi:

* Kebutuhan fisiologis (Physiological), meliputi kebutuhan akan pangan,
pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan biologis,

* Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety), meliputi kebutuhan akan
keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan dari
kejadian atau lingkungan yang mengancam,

* Kebutuhan rasa memiliki, sosial dan kasih sayang (Social), meliputi
kebutuhan akan persahabatan, berkeluarga, berkelompok, interaksi dan kasih
sayang,,

* Kebutuhan akan penghargaan (Esteem), meliputi kebutuhan akan harga diri,
status, prestise, respek dan penghargaan dari pihak lain,

* Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi kebutuhan untuk
memenuhi keberadaan diri (self fulfillment) melalui memaksimumkan penggunaan
kemampuan dan potensi diri.

Terlihat bahwa kebutuhan manusia berdasarkan pada urutan prioritas, dimulai
dari kebutuhan dasar, yang banyak berkaitan dengan unsur biologis,
dilanjutkan dengan kebutuhan yang lebih tinggi, yang banyak berkaitan dengan
unsur kejiwaan, dan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri tersebutlah
yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual. Jika dan hanya jika seluruh
kebutuhan fisiologis dan kejiwaan seseorang tercapai, dia dapat mencapai
tahap perkembangan tertinggi yaitu, aktualisasi diri. Maslow mendefinisikan
aktualisasi diri sebagai sebuah tahapan spiritualitas seseorang, di mana
seseorang berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih,
kedamaian, toleransi, kerendah-hatian, serta memiliki tujuan hidup yang
jelas, dan misi untuk membantu orang lain mencapai tahap kecerdasan
spiritual ini.

Orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya sangat memahami bahwa ada
eksistensi lain tinggal (indwelling) di dalam atau di luar keberadaannya
sendiri yang mengendalikan prilaku dan tindakkannya untuk melakukan sesuatu.
Inilah prilaku orang yang mengerti makna dan tujuan hidup. Hidup itu
eksistensi yang nyata. Pengalaman hidup tertinggi bagi seseorang adalah
ketika dia mampu mengaktualisasikan keberadaannya sebagai pribadi yang hidup
dan utuh. Tetapi, orang yang seperti ini hanya ditemui di dalam
pribadi-pribadi tertentu! Alasannya, tidak semua orang mengerti panggilan
hidup; tidak semua orang mengerti tanggungjawab; tidak semua orang memahami
pekerjaan-pekerjaan kekal; tidak semua orang mengerti apa artinya berguna;
dan tidak semua orang sanggup dikendalikan oleh pribadi di luar dirinya
sendiri.

Aktualisasi diri akan menjadikan seseorang mulai melihat kepada raga nya
sendiri atau apa apa yang melekat bersama tubuh. Raga manusia memiliki
banyak keterbatasan kemampuan. Keterbatasan itu adalah rahmat dari Tuhan YME
agar manusia tidak terjebak kepada mengusahakan sesuatu yang memang bukan
untuk itu ia diciptakan. Kalau coretan tangannya kaku dan tidak indah, maka
tentunya membuat lukisan atau kaligrafi adalah sesuatu yang jauh dari
dirinya.

Mempertanyakan tentang apa yang mengendalikan hidup Anda sama halnya dengan
mengatakan mengertikah Anda makna hidup! Apakah Anda pernah berpikir bahwa
hidup ini dipersonifikasikan seperti uap atau bunga rumput yang sebentar
saja kelihatan dan akan lenyap? Secara kronologis, produktifitas manusia
paling lama 70 tahun, jika kuat 80 tahun, mahkotanya adalah kesesakan dan
penderitaan.

Perlu dipahami bahwa aktualisasi diri erat kaitannya dengan kesadaran atau
awareness. Kesadaran untuk mengenali diri, memperbaiki diri, dan keinginan
untuk mengubah kondisi dan hidup ke arah yang lebih baik dari hari ke hari.
Tak peduli seberapa bagus dan sempurna kondisi anda kini, anda harus terus
memperbaiki dan mengaktualisasi diri anda. Karena aktualisasi diri adalah
tangga untuk mencapai puncak kesuksesan.Karena itu aktualisasi diri sangat
penting dan merupakan harga mati apabila anda ingin sukses. Tak heran jika
Abraham Maslow dalam teorinya tentang Piramida Kebutuhan menempatkan
aktualisasi diri di posisi puncak piramida. Dan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang paling utama.

Aktualisasi diri adalah bagaimana kita mengembangkan kekuatan diri kita
sendiri. Dan untuk mempraktekkan aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan
kekayaan mental (kepercayaan diri, disiplin, tanggung jawab, dan
integritas), karena dengan ini semua maka kita tahu mengenai kelebihan kita
dan mampu mencapai apa yang diinginkan.















BAB II
Isi Perumusan Masalah


Pengertian Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Istilah ini digunakan dalam berbagai teori psikologi, seperti oleh Kurt Goldstein, Abraham Maslow, dan Carl Rogers. Goldstein adalah ahli yang pertama melihat bahwa kebutuhan ini menjadi motivasi utama manusia, sementara kebutuhan lainnya hanyalah manifestasi dari kebutuhan tersebut. Namun yang membuat istilah ini lebih mengemuka adalah teori Maslow tentang hirarki kebutuhan, yang menganggapnya sebagai tingkatan tertinggi dari perkembangan psikologis yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi dan pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai dilakukan.

Kebutuhan akan aktualisasi diri
Maslow menandai bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya, atau hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya melalui segenap potensi yang dimilikinya. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri adalah merupakan kebutuhan manusia yang tertinggi dalam teori Maslow, kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada
di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Bentuk aktualisasi diri berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain.
Maslow mengakui bahwa untuk mencapai tahap aktualisasi diri tidaklah mudah, karena upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya, hambatan itu berasal dari dalam individu itu sendiri antara lain ketidaktahuan, keraguan, dan rasa takut, hambatan yang kedua berasal dari luar diri individu atau dari masyarakat, dan hambatan yang terakhir atas upaya aktualisasi diri adalah pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman, seperti yang diketahui
proses menuju kematangan memerlukan kesediaan individu untuk mengambil resiko dan melepaskan kebiasaan yang tidak konstruktif, kesemuanya itu memerlukan keberanian. Individu atau seseorang yang kebutuhan akan rasa amannya terlalu kuat tentu akan takut untuk mengambil resiko-resiko, ketakutan itu akan mendorong individu untuk bergerak mundur menuju pemuasan kebutuhan akan rasa aman.

Dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktualisasi diri membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjang juga adanya keberanian dan keterbukaan individu untuk menerima gagasan-gagasan baru dan pengalaman-pengalaman baru (E. Koeswara, 1986: 119-127).

Menurut konsep Hirarki Kebutuhan Individu Abraham Maslow (dalam Schultz, 1991), manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir. Kebutuhan ini tersusun dalam tingkatan-tingkatan dari yang terendah sampai tertinggi. Kebutuhan paling rendah dan paling kuat harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum muncul kebutuhan tingkat selanjutnya. Kebutuhan paling tinggi dalam hirarki kebutuhan individu Abraham Maslow adalah Aktualisasi Diri.

Syarat mencapai aktulisasi diri
Jadi prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah memuaskan empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis
2. kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman
3. kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta
4. kebutuhan-kebutuhan penghargaan.
Kebutuhan-kebutuhan ini harus sekurang-kurangnya sebagian dipuaskan dalam urutan ini, sebelum timbul kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri di atas nampaknya merupakan suatu kondisi puncak dari perkembangan individu. Pada awalnya maslow menyatakan bahwa orang-orang yang teraktualisasi diri hanya terdapat pada orang-orang berusia lanjut, cenderung dipandang sebagai suatu keadaan puncak atau keadaan akhir suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus-menerus.
Namun Maslow juga menyatakan bahwa orang-orang muda tidak dapat mengaktualisasikan diri sepenuhnya, tetapi memiliki kemungkinan untuk memperlihatkan pertumbuhan baik ke arah aktualisasi diri.

Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri
Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.

2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.

3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.

4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.

6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.

7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.

8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.

9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.

10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.

11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.

12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.

13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.

14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.


15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.

16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.

17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.

18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.

19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.


Aplikasi Manajemen

Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.


PRO DAN KONTRA TEORI ABRAHAM MASLOW

Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Kebutuhan seorang buruh produksi harian dengan karyawan staff manajerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat meningkatkan performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas, kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita.


Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. Dengan menelaah apa yang menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat sasaran, seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi berarti mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk dilaksanakan, kapan dan bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin melakukannya.

Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak dilihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling tumpang tindih. Tidak bisa dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan orang dalam masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan dasariah mereka kendati belum dalam arti sepenuh-penuhnya. Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat kebutuhan terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh yang berarti pada motivasi.

Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama.

Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak. Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti riset.

Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila ditinjau lebih khusus, evaluasi atau riset yang menghasilkan kesimpulan yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari pemahaman yang tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi, dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode dan aplikasi riset yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan oleh salah pengertian teori, atau penerapan buruk konsep motivasi yang baik.

Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan.

Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif.

Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka.

Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya, mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya.

Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut ketika pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi.

Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang membatasi semua teori tentang manusia.

Seorang ilmuwan bernama Craig Pinder memberikan jalan tengah atas dua kubu pendapat yang pro-kontra sebagai berikut:
“Teori Maslow tetap sangat populer di kalangan para manajer dan mereka yang mempelajari perilaku organisasi kendati tidak banyak studi yang secara resmi dapat mengkonfirmasi atau menolaknya.... Ada kemungkinan bahwa dinamika yang terimplikasi pada teori Maslow tentang kebutuhan bersifat terlalu kompleks untuk diterapkan dan dikonfirmasi oleh riset ilmiah. Jika demikian halnya, maka kita tidak pernah mungkin mendeterminasi berapa valid teori tersebut -atau secara tepat- aspek mana sajakah dari teori tersebut bersifat valid, dan aspek mana yang tidak valid.”

Sekalipun tidak banyak riset yang secara jelas mendukung teori ini, kita tetap dapat menarik pelajaran berharga bagi para manajer. Khususnya dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi mungkin akan kehilangan potensi atau daya motivasionalnya. Oleh karena itu, sebagai implikasi atas teori ini, para manajer dianjurkan untuk memotivasi para karyawan mereka dengan jalan merancang program-program atau praktek-praktek yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang muncul atau kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi.










BAB III
Kesimpulan

1. Salah satu teori kebuthan manusia paing banyak mendapatkan sambutan positif di bidang manajemen dan sumber daya manusia adalah teori heararki kebutuhan di kemukakan oleh Abraham H. Maslow
2. Setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun heararki dari tingkat paling mendasar pada tingkatan paling tinggi.
3. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi ,potensi psikologis yang unik.
4. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.













Daftar pustaka
1. www.google.co.id
.
2. http:// aktualisasi-teori-motivasi-abraham.htm

3. Http://erwin-arianto.blogspot.com

4. Blog.aktualisasi-diri-2009.htm

Referensi
1. ^ a b Maslow's Hierarchy of Needs ^ A b Maslow Hirarki Kebutuhan
2. ^ AH Maslow, A Theory of Human Motivation , Psychological Review 50(4) (1943):370-96. ^ AH Maslow, A Theory of Human Motivation, Psychological Review 50 (4) (1943) :370-96.
3. ^ Maslow, Abraham (1954). Motivation and Personality . ^ Maslow, Abraham (1954). Motivation and Personality. New York: Harper. New York: Harper. pp. 236. hal. 236.
4. ^ Motivation and Personality, Third Edition, Harper and Row Publishers ^ Motivation and Personality, Third Edition, Harper and Row Publishers
5. ^ Bob F. Steere (1988). Becoming an effective classroom manager: a resource for teachers . ^ Bob F. Steere (1988). Menjadi manajer kelas yang efektif: sebuah sumber daya bagi para guru. SUNY Press. ISBN 0887066208 , 9780887066207 . http://books.google.es/books?id=S2cwd56VvOMC&pg=PA21&dq=Maslow's+hierarchy+of+needs&lr=&cd=3#v=onepage&q=Maslow's%20hierarchy%20of%20needs&f=false . SUNY Press. ISBN 0887066208, 9780887066207. Http://books.google.es/books?id=S2cwd56VvOMC&pg=PA21&dq=Maslow 's + hierarki + of + kebutuhan & lr = & cd = 3 # v = onepage & q = Maslow's% 20hierarchy% 20of% 20needs & f = palsu.
6. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 91 Harper and Row New York, New York 1954 pg 91
7. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 92 Harper and Row New York, New York 1954 pg 92
8. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 93 Harper and Row New York, New York 1954 pg 93
9. ^ Hay House's "I Can Do It!" ^ Hay House's "I Can Do It!" 2009 Conference in Tampa, Florida released in theaters as Wishes Fulfilled. 2009 Konferensi di Tampa, Florida dirilis di bioskop sebagai Wishes Fulfilled.
10. ^ a b Maslow, Abraham. ^ A b Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 207 Harper and Row New York, New York 1954 pg 207
11. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 210-212 Harper and Row New York, New York 1954 pg 210-212
12. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 210 Harper and Row New York, New York 1954 pg 210
13. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 221 Harper and Row New York, New York 1954 pg 221
14. ^ a b c Maslow, Abraham. ^ A b c Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 222 Harper and Row New York, New York 1954 pg 222
15. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 228 Harper and Row New York, New York 1954 pg 228
16. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 229 Harper and Row New York, New York 1954 pg 229
17. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 94-95 Harper and Row New York, New York 1954 pg 94-95
18. ^ Chang, Raylene. ^ Chang, Raylene. Characteristics of the self-actualized person: visions from the east and west. Karakteristik orang yang teraktualisasikan diri: visi dari timur dan barat. Counseling and Values Vol. Counseling and Values Vol. 36 Number one. 36 Nomor satu. Pages 2-10. Halaman 2-10. 1991 1991
19. ^ Wahba, A; Bridgewell, L (1976). ^ Wahba, A; Bridgewell, L (1976). "Maslow reconsidered: A review of research on the need hierarchy theory". Organizational Behavior and Human Performance (15): 212–240. "Maslow dipertimbangkan: Sebuah tinjauan penelitian mengenai teori hirarki kebutuhan". Organizational Behavior and Human Performance (15): 212-240.
20. ^ Hofstede, G (1984). "The cultural relativity of the quality of life concept" . Academy of Management Review 9 (3): 389-398 . http://www.nyegaards.com/yansafiles/Geert%20Hofstede%20cultural%20attitudes.pdf . ^ Hofstede, G (1984). "Relativitas budaya kualitas hidup konsep". Academy of Management Review 9 (3): 389-398. Http://www.nyegaards.com/yansafiles/Geert% 20Hofstede% 20cultural % 20attitudes.pdf.

Pranala luar
• A Theory of Human Motivation , original 1943 article by Maslow. A Theory of Human Motivation, 1943 asli artikel oleh Maslow.
• Maslow's Hierarchy of Needs , Teacher's Toolbox. Maslow Hirarki Kebutuhan, Guru's Toolbox. A video overview of Maslow's work by Geoff Petty. Sekilas video karya Maslow oleh Geoff Petty.
• A Theory of Human Motivation: Annotated . A Theory of Human Motivation: Annotated.
• Theory and biography including detailed description and examples of self-actualizers. Teori dan biografi termasuk deskripsi rinci dan contoh-contoh pengaktualisasi-diri.
• Maslow's Hierarchy of Needs , Valdosta. Maslow Hirarki Kebutuhan, Valdosta.
• Abraham Maslow by C George Boheree Abraham Maslow oleh C George Boheree


0 komentar

TUMBUH KEMBANG USIA TODLER

TUMBUH KEMBANG USIA TODLER
A. Pengertian
Pertumbuhan berkaitan denagn masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan ( skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
B. Tumbuh kembang pada anak usia toddler
1. Pertumbuhan
Selama tahun ke 2 masa kehidupan masih nampak kelanjutan perlambatan pertumbuhan fisis yaitu dengan kenaikan BB berkisar antara 1,5 – 2,5 kg ( rata – rata ) dan PB 6 –10 cm ( rata – rata 8 cm per tahun. Anak akan mengalami penurunan nafsu makan sampai usia 3 tahun, hal ini mengakibatkan jaringan sub kutan berkurang sehingga anak yang tadinya nampak gemuk dan montok akan menjadi lebih langsing dan berotot. Demikian pula dengan pertumbuhan otak yang akan mengalami perlambatan selama tahun ke 2, kenaikan lingkar pada tahun pertama mencapai pertambahan sebesar 12 cm dan selanjutnya pada tahun ke 2 hanya bertambah 2 cm, sedangkan lingkar dada pada tahun pertama berukuran sama.
Namun demikian untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel NCHS WHO dengan menggunakan rumus :
Bila nilai riel hasil pengukuran nilai median BB/U, TB/U atau BB/TB, maka rumusnya :
Bila nilai riel hasil pengukuran nilai median BB/U, TB/U atau BB/TB, maka rumusnya :
2. Parameter penilaian pertumbuhan fisik :
a. Ukuran antropometrik
• Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik terpenting, karena dapat digunakan untuk menilai peningkatan/ penurunan semua jaringan yang ada dalam tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain – lain.
Untuk menilai berat badan normal yang sesuai usia todler dapat dilihat di tabel NCHS terlampir

• Tinggi badan
Keistimewannya adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal tercapai dan akhirnya berhenti pada umur 18 – 20 tahun.
Untuk menilai tinggi bdan yang sesuai dengan usia todler dapat dilihat ditabel NCHS terlampir

• Lingkar kepala
Lingkaran kepala mencerminkan volume intrakranial, dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Untuk rentang normal menurut nellhaus pada anak usia 1 tahun adalah 43,5 – 49( perempuan) & 43,5 – 49 ( laki – laki ) , kemudian anak usia 2 tahun adalah 45 – 51( perempuan ) & 46 – 51( laki – laki ) dan anak usia 3 tahun adalah 46,25 – 53 (perempuan) & 46,25 – 53 ( laki – laki ). namun demikian untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik Nellhaus terlampir

• Lingkar lengan atas
LLA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan, laju tumbuh lambat, dari 11 cm waktu lahir menjadi 16 cm pada satu tahun, selanjutnya tidak banyak berubah pada umur 1 – 3 tahun.

• Lipatan kulit
Tebalnya lipatan kulit pada daerah triseps dan subskapular merupakan refleksi tumbuh jaringan lemak dibawah kulit, yang mencerminkan kecukupan energi. dalam keadaan defisiensi lipatan kulit akan menipis dan sebaliknya menebal jika masukan energi berlebihan
b. Gejala/tanda pemeriksaan fisik
• Keseluruhan fisik, jaringan otot, jaringan lemak, rambut, gigi geligi

c. Pemeriksaan laboratorium
• Hb, serum protein dan hormon.

d. Pemeriksaan radiologis
• Umur tulang

3. Perkembangan
Aspek perkembangan yang seharusnya dicapai anak pada usia todler adalah sebagai berikut
a. Usia 12 – 18bulan
- Berjalan sendiri tidak jatuh
- Mengambil benda kcil dengan ibu jari dan telunjuk
- Mengungkapkan keinginan secara sederhana
- Minum sendiri dari gelas dan tidak tumpah

b. Usia 18 – 24 bulan
- Berjalan mudur setidaknya lima langkah
- Mencoret – coret dengan alat tulis
- Menunjuk bagian tubuh dan menyebut namanya
- Meniru melakukan pekerjaan rumah tangga

c. Usia 2 – 3 tahun
- Berdiri satu kaki tanpa berpegangan minimal 2 hitungan
- Meniru membuat garis lurus
- Menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata
- Melepas pakaian sendiri

4. Parameter penilaian perkembangan dengan DDST
Aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan DDSTadalah :

a. Alat yang Digunakan
 Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau- biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil.

 Lembar formulir DDST

 Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara menilainya.

b. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:
 Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3 – 6 bulan, 9 – 12 bulan, 18 – 24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.

 Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama kemudian dilarutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.
c. Penilaian
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal, abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).
 Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
- Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

 Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

 Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

 Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh-
kembang anak, yaitu:
1. Faktor Genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2. Faktor Lingkungan
Faktor Lingkungan Pra natal, antara lain:

 Gizi ibu pada waktu hamil

 Mekanis (trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin)

 Toksin / zat kimia (zat teratogen: obat-obatan teralidomide, pkenitoin, methadion, obna-obat anti kanker)

 Endokrin (defisiensi hormon somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin)

 Radiasi

 Infeksi (Torch, Varisela, Coxsakie, Echovirus, Malaria, Lues, HIV, polio, campak, teptospira, virus influenza, virus hepatitis)

 Stres

 Imunitas
Anoksia embrio

Faktor Lingkungan Post Natal.

o Lingkungan Biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, hormon.

o Faktor Fisik, antara lain: cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah, radiasi.

o Faktor Psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orang tua.

o Faktor Keluarga dan Adat Istiadat, antara lain: pekerjaan/ pendapatan keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, angaran, dll. (Soetjiningsih, 1998)

D. Stimulasi dasar atau kebutuhan dasar untuk tumbuh-kembang yang diberikan Ibu pada anak

1. Usia 12 – 18 bulan
a. Gerak kasar
Latih anak naik turun tangga
b. Gerak halus
Bermain dengan anak melempar dan menangkap bola besar kemudian bola kecil.
c. Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih anak menunjuk dan menyebutkan nama – nama bagian tubuh
d. Begaul dan bicara
Beri kesempatan kepada anak untuk melepas pakaiannya sendiri.

2. Usia 18 – 24 bulan
a. Gerak kasar
Latih anak berdiri dengan 1 kaki
b. Gerak halus
Ajari anak menggambar bulatan, garis, segitiga dan gambar wajah
c. Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih anak mengikuti perintah sederhana.
d. Bergaul dan mandiri
Latih agar anak mau ditinggalkan untuk sementara waktu

3. Usia 2 sampai 3 tahun
a. Gerak kasar
Latih anak melompat dengan satu kaki
b. Gerak halus
Ajak anak bermain menyusun dan menumpuk balok
c. Bicara, bahasa dan kecerdasan
Latih anak mengenal bentuk dan warna
d. Bergaul dan mandiri
Latih anak mencuci tangan dan kaki serta mengeringkanya sendiri.








DAFTAR PUSTAKA
1. Engel, joyce. (1998). Pengkajian Pediatrik, Alih Bahasa Teresa, Jakarta : EGC
2. Beth cecily L, sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Jakarta : EGC.
3. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC
4. Markum, A.H. (1991). Buku Ajar Anak. Jilid I, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Soetjingsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak, jakarta : EGC
6. Suherman ( 1999 ). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC
7. ……….,Modul NCHS WHO. Unpublished


0 komentar

TREND STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA


TREND STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA

TREND STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA
STANDAR I: PENGKAJIAN
Perawat kesehatan jiwa mengumpulkan data kesehatan pasien
Rasional
Pengkajian dengan wawancara – membutuhkan keterampilan komunikasi yang efektif secara budaya dan linguistik, wawancara, observasi perilaku, pencatatan, dan pengkajian pasien yang komprehensif dan system yang relevan memampukan perawat kesehatan jiwa untuk dapat bersuara dalam penilaian keadaan klinis dan merencanakan intervensi untuk pasien.
Kondisi Keperawatan
Kesadaran diri
Observasi akurat
Komunikasi terapeutik
Dimensi asuhan yang responsive
Perilaku Keperawatan
Membuat kontrak keperawatan
Mengumpulkan informasi dari pasien dan keluarga
Validasi data kepada pasien
Mengorganisasi data
Elemen Kunci
Identifikasi alasan pasien mencari pertolongan
Kaji factor risiko berhubungan dengan keamanan pasien yang meliputi potensi terjadinya:
• Bunuh diri atau membahayakan diri
• Perilaku kekerasan
• Gejala putus zat
• Reaksi alergi atau reaksi efek samping obat
• Kejang
• Jatuh atau kecelaksaan
• Kabur dari rumah sakit
• Instabilitas fisiologis
Pengkajian yang menyeluruh kondisi biopsikososial terhadap kebutuhan pasien berhubungan dengan penanganan yang diberikan meliputi:
• Penilaian kondisi sehat sakit pasien dan keluarganya
• Perawatan jiwa sebelumnya pada diri pasien maupun keluarganya
• Pengobatan saat ini
• Respon koping fisiologis
• Status respons koping mental
• Sumber-sumber koping, meliputi motivasi terhadap perawatan dan hubungan yang mendukung
• Mekanisme koping yang adaptif maupun yang maladaptive
• Masalah-masalah psikososial dan lingkungan
• Penilaian fungsi global
• Pengetahuan, kekuatan, dan defisit
STANDAR II: DIAGNOSIS
Perawat kesehatan jiwa menganalisa data hasil pengkajian untuk menentukan diagnosis.
Rasional
Dasar pemberian asuhan keperawatan jiwa adalah mengakui dan identifikasi pola respons penyakit jiwa dan masalah mental baik actual maupun potensial
Kondisi Keperawatan
Pembuatan keputusan yang logis
Pengetahuan tentang parameter normal
Berpikir induktif atau deduktif
Peka terhadap budaya
Perilaku Keperawatan
Identifikasi pola-pola dalam data
Membandingkan data dengan kondisi normal
Menganalisa dan sintesa data
Identifikasi masalah dan kekuatan
Validasi masalah dengan pasien
Memformulasikan diagnosis keperawatan
Membuat prioritas masalah
Elemen Kunci
Diagnosis harus mencerminkan respon koping adaptif dan maladaptive didasarkan pada kerangka kerja keperawatan semisal NANDA
Diagnosis harus berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan atau keadaan penyakit seperti yang tertulis dalam DSM atau ICD (Indonesia: PPDGJ)
Diagnosis seharusnya berfokus pada fenomena dari perawat kesehatan jiwa

STANDAR III: IDENTIFIKASI HASIL
Perawat kesehatan jiwa mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual terhadap pasien
Rasional
Dalam konteks memberikan asuhan keperawatan, tujuan akhirnya adalah mempengaruhi outcome kesehatan dan meningkatkan status kesehatannya.
Kondisi Keperawatan
Keterampilan berpikir kritis
Bekerja sama dengan pasien dan keluarga
Perilaku Keperawatan
Merumuskan hipotesis
Menspesifikasi hasil yang diharapkan
Memvalidasi tujuan dengan pasien
Elemen Kunci
Hasil (outcome) seharusnya diidentifikasi bersama-sama dengan pasien
Hasil seharusnya diidentifikasi sejelas dan seobyektif mungkin
Hasil yang dituliskan dengan jelas membantu para perawat untuk menentukan efektifitas dan efisiensi intervensi mereka.
Sebelum merumuskan hasil yang diharapkan perawat harus menyadari bahwa pasien mencari bantuan seringkali mempunyai tujuan mereka sendiri
Kualitas Kriteria Hasil
•Spesifik dari pada (general) umum
•Measurable (dapat diukur/obyektif) dari pada subyektif
•Attainable (dapat dicapai) dari pada unrealistic
•Current (sekarang) dari pada outdate
•Addequate jumlahnya dari pada terlalu banyak atau terlalu sedikit
•Muttual dari pada satu sisi

STANDAR IV: PERENCANAAN
Perawat kesehatan jiwa mengembangkan rencana asuhan dalam bentuk tindakan tertulis untuk mencapai hasil yang diharapkan
Rasional
Rencana asuhan digunakan untuk memandu intervensi terapeutik secara sistematis, dengan proses dokumen, dan mencapai hasil yang diharapkan oleh pasien.
Kondisi Keperawatan
Aplikasi teori
Identifikasi aktivitas keperawatan
Validasi rencana dengan pasien
Elemen Kunci
Rencana asuhan keperawatan harus bersifat individual (khas) untuk pasien
Intervensi yang direncanakan seharusnya didasarkan pada pengetahuan terbaru dalam area praktek keperawatan kesehatan jiwa
Perencanaan dilakukan dalam kolaborasi dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan.
Dokumentasi rencana asuhan adalah aktivitas keperawatan yang penting.

STANDAR V: IMPLEMENTASI
Perawat kesehatan jiwa menerapkan intervensi yang teridentifikasi dalam rencana asuhan
Rasional
Dalam mengimplementasikan rencana asuhan, perawat kesehatan jiwa menggunakan rentang intervensi yang lebar yang dirancang untuk mencegah sakit mental dan fisik, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik dan mental. Perawat kesehatan jiwa menyeleksi intervensi sesuai dengan level praktek mereka. Pada level dasar, perawat mungkin memilih konseling, terapi lingkungan, meningkatkan kemampuan perawatan diri, skrining intake dan evaluasi, intervensi psikobiologikal, pendidikan kesehatan, manajemen kasus, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, intervensi krisis, asuhan berbasis komunitas, perawatan kesehatan jiwa di rumah, telehealth, dan pendekatan-pendekatan yang lain untuk memenuhi kebutuhan pasien. Sebagai tambahan pilihan intervensi untuk perawat kesehatan jiwa tingkat dasar, pada tingkat lanjut perawat jiwa (APRN PMH) dapat memberikan konsultasi, melaksanakan psikoterapi, dan memberikan obat farmakologi di mana diizinkan oleh undang-undang.
Kondisi Keperawatan
Pengalaman klinis sebelumnya
Pengetahuan tentang penelitian
Dimensi responsive dan tindakan dari asuhan

Perilaku Keperawatan
Mempertimbangkan sumber yang tersedia
Mengimplementasikan aktivitas keperawatan
Menghasilkan alternatif-alternatif
Berkoordinasi dengan anggota tim lainnya
Elemen Kunci
Intervensi keerawatan seharusnya merefleksikan pendekatan holistic biopsikososial dalam merawat pasien
Intervensi keperawatan diimplementasikan dengan cara yang aman, efisien, dan penuh kasih saying (caring)
Tingkat fungsi perawat dan intervensi yang diimplementasikan tergantung pada undang-undang praktek perawat, kualifikasi perawat (meliputi pendidikan, pengalaman dan sertifikasi), tempat pembnerian asuhan, dan inisiatif perawat.
STANDAR VA: KONSELING
Perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi konseling untuk membantu pasien meningkatkan atau memulihkan kembali kemampuan koping sebelumnya, mengembangkan kesehatan jiwa, dan mencegah penyakit jiwa dan kecacatan.
STANDAR VB: TERAPI LINGKUNGAN
Perawat kesehatan jiwa memberikan, membentuk, dan mempertahankan lingkungan yang terapeutik bekerja sama dengan pasien dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
STANDAR VC: AKTIVITAS PERAWATAN DIRI
Perawat kesehatan jiwa menyusun intervensi sekitar aktivitas keseharian pasien untuk mengembangkan kemampuan perawatan diri dan kesehatan fisik dan mental.
STANDAR VD : INTERVENSI PSIKOBIOLOGIKAL
Perawat kesehatan jiwa menggunakan pengetahuan tentang intervensi psikobiologikal dan mengaplikasikan keterampilan klinis untuk mengembalikan status kesehatan pasien dan mencegah terjadinya kecacatan di masa depan.
STANDAR VE: PENDIDIKAN KESEHATAN
Perawat kesehatan jiwa melalui pendidikan kesehatan membantu pasien mencapai pola hidup yang memuaskan, produktif dan sehat.
STANDAR VF: MANAJEMEN KASUS
Perawat kesehatan jiwa memberikan manajemen kasus untuk mengkoordinir pelayanan kesehatan yang komprehensif dan menjamin perawatan berkesinambungan
STANDAR VG: PROMOSI KESEHATAN DAN MEMPERTAHANKAN KESEHATAN
Perawat kesehatan jiwa menggunakan strategi dan intervensi untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa


INTERVENSI PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA LANJUT
Intervensi berikut ini(VH – VJ) dapat dilaksanakan hanya oleh Perawat Spesialis Keperawatan Jiwa
STANDAR VH: PSIKOTERAPI
Perawat Spesialis Keperawatan Jiwa (SKJ) menggunakan psikoterapi individu, kelompok, dan keluarga, dan penanganan terapeutik lainnya untuk membantu pasien mencegah penyakit jiwa dan disabilitas dan dalam meningkatkan status kesehatan mental dan kemampuan berfungsi.
STANDAR VI: MERESEPKAN OBAT FARMAKOLOGI
Perawat SKJ menggunakan otoritasnya untuk membuat resep, prosedur dan penanganan sesuai dengan peraturan perundangan (di Indonesia belum bias).
STANDAR VJ: KONSULTASI
Perawat SKJ memberikan konsultasi untuk meningkatkan kemampuan perawat lain dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan berdampak perubahan pada system.


EVALUASI
STANDAR VI: EVALUASI
Perawat kesehatan jiwa mengevaluasi proses pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.

Rasional
Asuhan keperawatan adalah proses yang dinamis meliputi perubahan pada status kesehatan pasien sepanjang waktu, memberikan tambahan data, diagnosa berbeda, dan modifikasi dalam rencana asuhan. Karenanya evaluasi adalah proses berkesinambungan dalam menilai efek keperawatan dan regiment asuhan terhadap status kesehatan pasien dan hasil yang diharapkan.
Kondisi Keperawatan
Supervisi
Analisa diri
Peer review
Partisipasi pasien dan keluarga
Perilaku Keperawatan
Membandingkan respons pasien dan criteria hasil yang diharapkan
Review proses keperawatan
Memodifikasi proses keperawatan sesuai kebutuhan
Berpartisipasi dalam aktivitas peningkatan mutu
Elemen Kunci
Evaluasi adalah proses terus menerus (ongoing process)
Partisipasi pasien dan keluarga adalah penting
Pencapaian tujuan seharusnya didokumentasikan dan revisi rencana asuhan seharusnya diimplementasikan dengan sesuai


0 komentar
Terapi Kognitif
BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Didalam makalah ini akan menjelaskan konsep dari mekanisme koping dengan menggunakan terapi koping. Terapi kognitif dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Aaron Beck dan berkaitan dengan terapi rasional emotif dari Albert Ellis. Terapi kognitif akan lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi ini di disatukan dan dikenal dengan terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy). Terapi ini memperlakukan individu sebagai agen yang berpikir positif dan berinteraksi dengan dunianya.
Individu membentuk sudut pandang dan keyakinan serta memiliki afek atau perasaan mengenai apa yang dianggap benar bagi diri sendiri, lingkungan, dan mengenia pikiran serta perasaannya pada interaksi yang luas dengan perilaku atau tindakan dalam rangkaian interaksi. Setiap interaksi memperngaruhi interaksi lain.
Berdasarkan kognisi dan pengalaman masa lalu, individu membentuk pandangan dan skema kognitif yaitu cara berpikir atau perspektif kebiasaan mengenai diri sendiri, dunia dan masa depan. Misalnya, individu mengembangkan pandangan psimistis mengenai cara mengontrol takdirnya sendiri atau merasa takdirnya mampu dikontrol oleh orang lain dan tidak mampu mengontrolnya sendiri. Dalam situasi tersebut, individu mengembangkan pandangan negative serta merasa tidak berharga (disebut pikiran otomatis negative) yang dapat menimbulkan stress, emosi, kecemasan dan depresi. Individu cenderung mengolah keyakinan yang tidak masuk akal tentang kemampuan dan berhubungan dengan orang lain. Hasil persepsi dan distorsi yang salah ini ditandai oleh harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri dan orang lain, metode koping yang tidak efektif, dan pandangan tentang diri sendiri sebagai orang yang tidak mampu.
B.            Rumusan Masalah
Menjelaskan tentang mekanisme koping: terapi kognitif.
C.           Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah  agar mahasiswa mampu memahami tentang mekanisme koping: terapi kognitif dan mahasiswa mampu menerapkan kepada klien.


BAB II
PEMBAHASAN
MEKANISME KOPING: TERAPI KOGNITIF

A.           Pengertian Terapi Kognitif
Kognisi adalah suatu  tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi darisetiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009).
Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009)
Tabel Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009)
No
Kelainan Kongnisi
Pengertian
Contoh
1
Overgeneralization
Mengrkan kesimpulan secara menyeluruh segala sesuatu berdasarkan kejadian tunggal.
Seseorang mahasiswa yang gagal dalam satu ujian mengatakan : “kayaknya saya enggak akan lulus dalam setiap ujian”.
2
Personalization
Menghubungkan kejadian diluar terhadap dirinya meskipun hal tersebut tidak beralasan.
“ atasan saya mengatakan produktivitas perusahaan sedang menurun tahun ini, saya yakin kalau pernyataan ini ditujukan pada diri saya”.
3
Dichotomus thinking
Berfikir ekstrim, menganggap segala sesuatunya selalu sangat bagus atau buruk.
“ Bila suami saya meninggalkan saya, saya pikir saya lebih baik mati”.
4
Catastrophizing
Berfikir sangat buruk tentang orang dan kejadian.
“saya lebih baik tidak mengisi formulir promosi jabatan itu, sebab saya tidak menginginkan dan tidak akan nyaman dengan jabatan itu”.
5
Selective abstraction
Berfokus pada detail, tetapi tidak relavan dengan informasi yang lain.
Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya sebab ia datang terlambat dari pekerjaannya, tetapi ia mengabaikan perasaannya, hadiah dari suaminya tetap diterima dan libur bersama tetap direncanakan.
6
Arbitary inference
Menggambarkan kesimpulan yang salah tanpa didukung data.
Teman saya tidak pernah lama menyukai saya sebab ia tidak mau diajak pergi.
7
Mind reading
Percaya bahwa seseorang mengetahui pemikiran orang lain tanpa mengecek kebenarannya.
Mereka pasti berfikir bahwa dirinya terlalu kurus atau terlalu gemuk.
8
Magnification
Exaggregating the importance of events.
Saya telah meninggalkan makan malam saya, hal ini menunjukkan betapa tidak kompetennya saya.
9
Externalization of self worth
Menentukan tata nilai sendiri untuk diterapkan pada orang lain.
Saya sudah berusaha untuk kelihatan baik setiap waktu tetapi teman-teman saya yang tidak menginginkan saya berada di sampingnya.
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi terhadap masalah saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih, 2007).
B.            Tujuan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
1.    Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.
2.    Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3.    Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional.
4.    Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive, pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya.
5.    Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.
6.    Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing.
7.    Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui psikoedukasi.
8.    Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya.
9.    Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
10.     Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang salah.
11.     Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnnya.
12.     Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.
C.           Indikasi Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
1.    Depresi (ringan sampai sedang).8
2.    Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
3.    Indiividu yang mengalami stress emosional.
4.    Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.
5.    Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
6.    Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).
7.    Gangguan makan (anoreksia nervosa).
8.    Gangguan mood.
9.    Gangguan psikoseksual
10.     Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
D.           Teknik Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dancounseling. Beberapa teknik tersebut antara lain: 
1.    Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini.
Tanggal
Situasi emosi
Pikiran otomatis
Respon rasional
hasil
Tanggal saat masalah dirasakan
1.      kejadian nyata yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.
2.      Pokok pikiran, khayalan yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.
1.      Pikiran otomatis yang muncul khususnya sedih, cemas, marah.
2.      Skala emosi dalam rentang 0% - 100 %

1.      Tulis respon rasional terhadap pemikiran otomatis yang muncul
2.      Tuliskan persentase kepercayaannya dalam rentang 0- 100%
1.      Tulis kembali tingkat kepercayaan terhadap persentase pikiran otomatis 1-100%
Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang sudah terisi dibahas secara bersama.
2.    Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini.
3.    Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)
Bayak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanyaalternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh, anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh alternatif listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.
4.    Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa the what-if then). Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang mungkin terjadi.
Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
 “ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?; dan sebagainya.

5.    Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lainnya.
6.    Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikirdysfunctional. Untuk memulainya, klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.
7.    Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa melakukannya sendiri.
8.    Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.
9.    Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.
10.     Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok
11.     Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:
a.    Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum selesai harapan.
12.     Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan melakukan kebiasaan ngemil makanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus.
13.     Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punishment danreward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kkognitif adalah sebagai berikut:
1.    Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan keyakinan yang menyebabkan khawatir.
2.    Menggunakan teknik pertanyaan Socratic  yaitu meminta klien untuk menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional.
3.    Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan distress enmosional menjadi hilang.
E.            Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas:
1.    Fase awal (sesi 1-4)
a.    Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b.    Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap emosi dan fisik.
c.    Menentukan tujuan terapi.
d.   Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
2.    Fase pertegahan (sesi 5-12)
a.    Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b.    Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan memodifikasinya.
3.    Fase akhir (13-16)
a.    Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b.    Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
F.            Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
1.    Menghilangkan pikiran otomatis.
2.    Menguji pikiran otomatis.
3.    Mengidentifikasi asumsi maladaptive.
4.    Menguji validitas asumsi maladaptive.

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi.  Terapi kognitif digunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku yang malasuai, dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistik gejala yang berkelainan yang ada.
Terapi kognitif di indikasikan kepada klien dengan depresi (ringan sampai sedang), gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan, indiividu yang mengalami stress emosional, gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi, gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik), gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder), gangguan makan (anoreksia nervosa), gangguan mood, gangguan psikoseksual, mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
Beberapa teknik dalam terapi kognitif yaitu teknik restrukturisasi kongnisi(restructuring cognitive), teknik penemuan fakta-fakta (questioning the evidence), teknik penemuan alternatif (examing alternatives), dekatastropik(decatastrophizing), reframing,  thought stoppinglearning new behavior with modeling, membentuk pola (shaping)token economy, role play, social skill training, anversion theraphy, contingency contracting.
B.            Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan mekanisme koping dengan menggunakan terapi kognitif kepada klien sehingga jumlah kasus penderita gangguan jiwa di Indonesia dapat menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.
older post