0 komentar

AKTUALISASI DIRI

AKTUALISASI DIRI

BAB I
TEORI ABRAHAM MASLOW TENTANG AKTULISASI DIRI

Pendahuluan
Dari hasil survey Indonesian Happiness Index 2007 oleh Frontier Consulting
Group diketahui bahwa kaum profesional mengaku sebagai orang paling bahagia.
Disusul oleh middle management, tentara dan pegawai tingkat staf. Anehnya,
jajaran top management yang selama ini di-identik-kan sebagai kaum the haves
justru menduduki tingkat paling rendah atau paling tidak bahagia, Mereka
tidak mendapatkan apa yang dicari, yaitu mungkin aktualisasi diri. Berbeda
dengan pekerja di tingkat staf yang kebutuhannya di tingkat life and
belongings. Ketika para staf bertemu dengan teman akrab dan bersosialisasi
maka sudah cukup sebagai ajang dari aktualisasi diri. Serta mengapa sebuah
situs jejaring sosial, Milist-milis begitu banyak yang menyukainya karena
keduanya menyentuh kebutuhan manusia untuk Aktualiasasi diri.

Aktualisasi diri adalah sebuah keadaan dimana seorang manusia telah merasa
menjadi dirinya sendiri, ia mengerjakan sesuatu yang disukainya dan ia
mengerjakannya dengan gembira, dengan hati yang bernyanyi. Ia tidak lagi
menempatkan keberhasilan dari pekerjaannya kepada ukuran yang biasanya
berlaku, yakni penghasilan yang diperoleh dari hasil sebuah kerja. Ukurannya
menjadi berubah sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan difahami
oleh dirinya.ktualisasi diri juga dapat diartikan bagaimana kita
mengembangkan kekuatan diri kita sendiri. Dan untuk mempraktekkan
aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan kekayaan mental (kepercayaan diri,
disiplin, tanggung jawab, dan integritas), karena dengan ini semua maka kita
tahu mengenai kelebihan kita dan mampu mencapai apa yang
diinginkan.Simpelnya Maslow bilang, proses aktualisasi diri adalah
perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang
terpendam. Istilah lainnya ‘menjadi manusiawi secara penuh’

Teori Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan
sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan untuk
menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya.”. Aktualisasi diri
ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan,
hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas,
humoris, dan mandiri―pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus
atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk
aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa
pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan
seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini di akui
oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang
dewasa yang mencapai aktualisasi diri.

Aktualisasi diri adalah tahap pencapaian oleh seorang manusia terhadap apa
yang mulai disadarinya ada dalam dirinya. Ia mulai mencari tahu untuk apa
dirinya diciptakan dan dikirimkan Tuhan YME ke muka bumi ini. Semua manusia
akan mengalami fasa itu, hanya saja sebagian dari manusia terkena jebakan
pada nilai-nilai atau ukuran-ukuran pencapaian dari tiap tahapan yang
dikemukakan Maslow. Kalau saja seorang manusia bisa cepat melampaui tiap
tahapan itu dan segera mencapai tahapan terakhir, tahap aktualisasi diri,
maka ia punya kesempatan untuk mencari tahu siapa dirinya sebenarnya. Apa
misi yang harus dilaksanakannya dalam kehidupannya di muka bumi, untuk apa
ia diciptakan.

Ahli jiwa termashur Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs
menggunakan istilah aktualisasi diri (self-actualization) sebagai kebutuhan
dan pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa, tanpa
memandang suku atau asal-usul seseorang, setiap manusia mengalami
tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya.
Kebutuhan tersebut meliputi:

* Kebutuhan fisiologis (Physiological), meliputi kebutuhan akan pangan,
pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan biologis,

* Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety), meliputi kebutuhan akan
keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan dari
kejadian atau lingkungan yang mengancam,

* Kebutuhan rasa memiliki, sosial dan kasih sayang (Social), meliputi
kebutuhan akan persahabatan, berkeluarga, berkelompok, interaksi dan kasih
sayang,,

* Kebutuhan akan penghargaan (Esteem), meliputi kebutuhan akan harga diri,
status, prestise, respek dan penghargaan dari pihak lain,

* Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi kebutuhan untuk
memenuhi keberadaan diri (self fulfillment) melalui memaksimumkan penggunaan
kemampuan dan potensi diri.

Terlihat bahwa kebutuhan manusia berdasarkan pada urutan prioritas, dimulai
dari kebutuhan dasar, yang banyak berkaitan dengan unsur biologis,
dilanjutkan dengan kebutuhan yang lebih tinggi, yang banyak berkaitan dengan
unsur kejiwaan, dan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri tersebutlah
yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual. Jika dan hanya jika seluruh
kebutuhan fisiologis dan kejiwaan seseorang tercapai, dia dapat mencapai
tahap perkembangan tertinggi yaitu, aktualisasi diri. Maslow mendefinisikan
aktualisasi diri sebagai sebuah tahapan spiritualitas seseorang, di mana
seseorang berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih,
kedamaian, toleransi, kerendah-hatian, serta memiliki tujuan hidup yang
jelas, dan misi untuk membantu orang lain mencapai tahap kecerdasan
spiritual ini.

Orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya sangat memahami bahwa ada
eksistensi lain tinggal (indwelling) di dalam atau di luar keberadaannya
sendiri yang mengendalikan prilaku dan tindakkannya untuk melakukan sesuatu.
Inilah prilaku orang yang mengerti makna dan tujuan hidup. Hidup itu
eksistensi yang nyata. Pengalaman hidup tertinggi bagi seseorang adalah
ketika dia mampu mengaktualisasikan keberadaannya sebagai pribadi yang hidup
dan utuh. Tetapi, orang yang seperti ini hanya ditemui di dalam
pribadi-pribadi tertentu! Alasannya, tidak semua orang mengerti panggilan
hidup; tidak semua orang mengerti tanggungjawab; tidak semua orang memahami
pekerjaan-pekerjaan kekal; tidak semua orang mengerti apa artinya berguna;
dan tidak semua orang sanggup dikendalikan oleh pribadi di luar dirinya
sendiri.

Aktualisasi diri akan menjadikan seseorang mulai melihat kepada raga nya
sendiri atau apa apa yang melekat bersama tubuh. Raga manusia memiliki
banyak keterbatasan kemampuan. Keterbatasan itu adalah rahmat dari Tuhan YME
agar manusia tidak terjebak kepada mengusahakan sesuatu yang memang bukan
untuk itu ia diciptakan. Kalau coretan tangannya kaku dan tidak indah, maka
tentunya membuat lukisan atau kaligrafi adalah sesuatu yang jauh dari
dirinya.

Mempertanyakan tentang apa yang mengendalikan hidup Anda sama halnya dengan
mengatakan mengertikah Anda makna hidup! Apakah Anda pernah berpikir bahwa
hidup ini dipersonifikasikan seperti uap atau bunga rumput yang sebentar
saja kelihatan dan akan lenyap? Secara kronologis, produktifitas manusia
paling lama 70 tahun, jika kuat 80 tahun, mahkotanya adalah kesesakan dan
penderitaan.

Perlu dipahami bahwa aktualisasi diri erat kaitannya dengan kesadaran atau
awareness. Kesadaran untuk mengenali diri, memperbaiki diri, dan keinginan
untuk mengubah kondisi dan hidup ke arah yang lebih baik dari hari ke hari.
Tak peduli seberapa bagus dan sempurna kondisi anda kini, anda harus terus
memperbaiki dan mengaktualisasi diri anda. Karena aktualisasi diri adalah
tangga untuk mencapai puncak kesuksesan.Karena itu aktualisasi diri sangat
penting dan merupakan harga mati apabila anda ingin sukses. Tak heran jika
Abraham Maslow dalam teorinya tentang Piramida Kebutuhan menempatkan
aktualisasi diri di posisi puncak piramida. Dan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang paling utama.

Aktualisasi diri adalah bagaimana kita mengembangkan kekuatan diri kita
sendiri. Dan untuk mempraktekkan aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan
kekayaan mental (kepercayaan diri, disiplin, tanggung jawab, dan
integritas), karena dengan ini semua maka kita tahu mengenai kelebihan kita
dan mampu mencapai apa yang diinginkan.















BAB II
Isi Perumusan Masalah


Pengertian Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Istilah ini digunakan dalam berbagai teori psikologi, seperti oleh Kurt Goldstein, Abraham Maslow, dan Carl Rogers. Goldstein adalah ahli yang pertama melihat bahwa kebutuhan ini menjadi motivasi utama manusia, sementara kebutuhan lainnya hanyalah manifestasi dari kebutuhan tersebut. Namun yang membuat istilah ini lebih mengemuka adalah teori Maslow tentang hirarki kebutuhan, yang menganggapnya sebagai tingkatan tertinggi dari perkembangan psikologis yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi dan pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai dilakukan.

Kebutuhan akan aktualisasi diri
Maslow menandai bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya, atau hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya melalui segenap potensi yang dimilikinya. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri adalah merupakan kebutuhan manusia yang tertinggi dalam teori Maslow, kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada
di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Bentuk aktualisasi diri berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain.
Maslow mengakui bahwa untuk mencapai tahap aktualisasi diri tidaklah mudah, karena upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya, hambatan itu berasal dari dalam individu itu sendiri antara lain ketidaktahuan, keraguan, dan rasa takut, hambatan yang kedua berasal dari luar diri individu atau dari masyarakat, dan hambatan yang terakhir atas upaya aktualisasi diri adalah pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman, seperti yang diketahui
proses menuju kematangan memerlukan kesediaan individu untuk mengambil resiko dan melepaskan kebiasaan yang tidak konstruktif, kesemuanya itu memerlukan keberanian. Individu atau seseorang yang kebutuhan akan rasa amannya terlalu kuat tentu akan takut untuk mengambil resiko-resiko, ketakutan itu akan mendorong individu untuk bergerak mundur menuju pemuasan kebutuhan akan rasa aman.

Dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktualisasi diri membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjang juga adanya keberanian dan keterbukaan individu untuk menerima gagasan-gagasan baru dan pengalaman-pengalaman baru (E. Koeswara, 1986: 119-127).

Menurut konsep Hirarki Kebutuhan Individu Abraham Maslow (dalam Schultz, 1991), manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir. Kebutuhan ini tersusun dalam tingkatan-tingkatan dari yang terendah sampai tertinggi. Kebutuhan paling rendah dan paling kuat harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum muncul kebutuhan tingkat selanjutnya. Kebutuhan paling tinggi dalam hirarki kebutuhan individu Abraham Maslow adalah Aktualisasi Diri.

Syarat mencapai aktulisasi diri
Jadi prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah memuaskan empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis
2. kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman
3. kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta
4. kebutuhan-kebutuhan penghargaan.
Kebutuhan-kebutuhan ini harus sekurang-kurangnya sebagian dipuaskan dalam urutan ini, sebelum timbul kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri di atas nampaknya merupakan suatu kondisi puncak dari perkembangan individu. Pada awalnya maslow menyatakan bahwa orang-orang yang teraktualisasi diri hanya terdapat pada orang-orang berusia lanjut, cenderung dipandang sebagai suatu keadaan puncak atau keadaan akhir suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus-menerus.
Namun Maslow juga menyatakan bahwa orang-orang muda tidak dapat mengaktualisasikan diri sepenuhnya, tetapi memiliki kemungkinan untuk memperlihatkan pertumbuhan baik ke arah aktualisasi diri.

Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri
Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.

2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.

3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.

4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.

6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.

7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.

8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.

9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.

10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.

11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.

12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.

13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.

14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.


15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.

16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.

17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.

18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.

19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.


Aplikasi Manajemen

Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.


PRO DAN KONTRA TEORI ABRAHAM MASLOW

Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Kebutuhan seorang buruh produksi harian dengan karyawan staff manajerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat meningkatkan performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas, kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita.


Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. Dengan menelaah apa yang menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat sasaran, seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi berarti mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk dilaksanakan, kapan dan bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin melakukannya.

Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak dilihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling tumpang tindih. Tidak bisa dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan orang dalam masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan dasariah mereka kendati belum dalam arti sepenuh-penuhnya. Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat kebutuhan terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh yang berarti pada motivasi.

Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama.

Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak. Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti riset.

Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila ditinjau lebih khusus, evaluasi atau riset yang menghasilkan kesimpulan yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari pemahaman yang tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi, dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode dan aplikasi riset yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan oleh salah pengertian teori, atau penerapan buruk konsep motivasi yang baik.

Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan.

Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif.

Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka.

Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya, mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya.

Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut ketika pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi.

Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang membatasi semua teori tentang manusia.

Seorang ilmuwan bernama Craig Pinder memberikan jalan tengah atas dua kubu pendapat yang pro-kontra sebagai berikut:
“Teori Maslow tetap sangat populer di kalangan para manajer dan mereka yang mempelajari perilaku organisasi kendati tidak banyak studi yang secara resmi dapat mengkonfirmasi atau menolaknya.... Ada kemungkinan bahwa dinamika yang terimplikasi pada teori Maslow tentang kebutuhan bersifat terlalu kompleks untuk diterapkan dan dikonfirmasi oleh riset ilmiah. Jika demikian halnya, maka kita tidak pernah mungkin mendeterminasi berapa valid teori tersebut -atau secara tepat- aspek mana sajakah dari teori tersebut bersifat valid, dan aspek mana yang tidak valid.”

Sekalipun tidak banyak riset yang secara jelas mendukung teori ini, kita tetap dapat menarik pelajaran berharga bagi para manajer. Khususnya dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi mungkin akan kehilangan potensi atau daya motivasionalnya. Oleh karena itu, sebagai implikasi atas teori ini, para manajer dianjurkan untuk memotivasi para karyawan mereka dengan jalan merancang program-program atau praktek-praktek yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang muncul atau kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi.










BAB III
Kesimpulan

1. Salah satu teori kebuthan manusia paing banyak mendapatkan sambutan positif di bidang manajemen dan sumber daya manusia adalah teori heararki kebutuhan di kemukakan oleh Abraham H. Maslow
2. Setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun heararki dari tingkat paling mendasar pada tingkatan paling tinggi.
3. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi ,potensi psikologis yang unik.
4. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.













Daftar pustaka
1. www.google.co.id
.
2. http:// aktualisasi-teori-motivasi-abraham.htm

3. Http://erwin-arianto.blogspot.com

4. Blog.aktualisasi-diri-2009.htm

Referensi
1. ^ a b Maslow's Hierarchy of Needs ^ A b Maslow Hirarki Kebutuhan
2. ^ AH Maslow, A Theory of Human Motivation , Psychological Review 50(4) (1943):370-96. ^ AH Maslow, A Theory of Human Motivation, Psychological Review 50 (4) (1943) :370-96.
3. ^ Maslow, Abraham (1954). Motivation and Personality . ^ Maslow, Abraham (1954). Motivation and Personality. New York: Harper. New York: Harper. pp. 236. hal. 236.
4. ^ Motivation and Personality, Third Edition, Harper and Row Publishers ^ Motivation and Personality, Third Edition, Harper and Row Publishers
5. ^ Bob F. Steere (1988). Becoming an effective classroom manager: a resource for teachers . ^ Bob F. Steere (1988). Menjadi manajer kelas yang efektif: sebuah sumber daya bagi para guru. SUNY Press. ISBN 0887066208 , 9780887066207 . http://books.google.es/books?id=S2cwd56VvOMC&pg=PA21&dq=Maslow's+hierarchy+of+needs&lr=&cd=3#v=onepage&q=Maslow's%20hierarchy%20of%20needs&f=false . SUNY Press. ISBN 0887066208, 9780887066207. Http://books.google.es/books?id=S2cwd56VvOMC&pg=PA21&dq=Maslow 's + hierarki + of + kebutuhan & lr = & cd = 3 # v = onepage & q = Maslow's% 20hierarchy% 20of% 20needs & f = palsu.
6. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 91 Harper and Row New York, New York 1954 pg 91
7. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 92 Harper and Row New York, New York 1954 pg 92
8. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 93 Harper and Row New York, New York 1954 pg 93
9. ^ Hay House's "I Can Do It!" ^ Hay House's "I Can Do It!" 2009 Conference in Tampa, Florida released in theaters as Wishes Fulfilled. 2009 Konferensi di Tampa, Florida dirilis di bioskop sebagai Wishes Fulfilled.
10. ^ a b Maslow, Abraham. ^ A b Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 207 Harper and Row New York, New York 1954 pg 207
11. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 210-212 Harper and Row New York, New York 1954 pg 210-212
12. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 210 Harper and Row New York, New York 1954 pg 210
13. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 221 Harper and Row New York, New York 1954 pg 221
14. ^ a b c Maslow, Abraham. ^ A b c Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 222 Harper and Row New York, New York 1954 pg 222
15. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 228 Harper and Row New York, New York 1954 pg 228
16. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 229 Harper and Row New York, New York 1954 pg 229
17. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 94-95 Harper and Row New York, New York 1954 pg 94-95
18. ^ Chang, Raylene. ^ Chang, Raylene. Characteristics of the self-actualized person: visions from the east and west. Karakteristik orang yang teraktualisasikan diri: visi dari timur dan barat. Counseling and Values Vol. Counseling and Values Vol. 36 Number one. 36 Nomor satu. Pages 2-10. Halaman 2-10. 1991 1991
19. ^ Wahba, A; Bridgewell, L (1976). ^ Wahba, A; Bridgewell, L (1976). "Maslow reconsidered: A review of research on the need hierarchy theory". Organizational Behavior and Human Performance (15): 212–240. "Maslow dipertimbangkan: Sebuah tinjauan penelitian mengenai teori hirarki kebutuhan". Organizational Behavior and Human Performance (15): 212-240.
20. ^ Hofstede, G (1984). "The cultural relativity of the quality of life concept" . Academy of Management Review 9 (3): 389-398 . http://www.nyegaards.com/yansafiles/Geert%20Hofstede%20cultural%20attitudes.pdf . ^ Hofstede, G (1984). "Relativitas budaya kualitas hidup konsep". Academy of Management Review 9 (3): 389-398. Http://www.nyegaards.com/yansafiles/Geert% 20Hofstede% 20cultural % 20attitudes.pdf.

Pranala luar
• A Theory of Human Motivation , original 1943 article by Maslow. A Theory of Human Motivation, 1943 asli artikel oleh Maslow.
• Maslow's Hierarchy of Needs , Teacher's Toolbox. Maslow Hirarki Kebutuhan, Guru's Toolbox. A video overview of Maslow's work by Geoff Petty. Sekilas video karya Maslow oleh Geoff Petty.
• A Theory of Human Motivation: Annotated . A Theory of Human Motivation: Annotated.
• Theory and biography including detailed description and examples of self-actualizers. Teori dan biografi termasuk deskripsi rinci dan contoh-contoh pengaktualisasi-diri.
• Maslow's Hierarchy of Needs , Valdosta. Maslow Hirarki Kebutuhan, Valdosta.
• Abraham Maslow by C George Boheree Abraham Maslow oleh C George Boheree

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post