MAKALAH TUTOR KEPERAWATAN DEWASA “STROKE”



0 komentar
KELOMPOK 4
1. BUDHI SANTOSA (090201050)
2. ERWI ROSALINA (090201051)
3. SUMIN TATIK LESTARI (090201052)
4. MEIGA ANGGRAINI (090201053)
5. STALASATUN KHASANAH (090201055)
6. ARIFAH NUR KHASANAH (090201056)
7. DEWI RATIH MERDEKA WATI (090201057)
8. FITRIANA SITORESMI (090201058)
9. RAHAYU MARTHA SUSIANTI (090201059)
10. IIN INDRAYATI (090201060)
11. INDRI WULANSARI (090201061)
12. MUH FERY SETIAWAN (090201062)
13. ANGGUN PUTRI PERTIWI (090201063)
14. AKBAR AMIN ABDULLAH (090201064)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke adalah penyebab kematian kedua di Indonesia dan penyebab utama kecacatan didunia. Cukup banyak orang di Indonesia dirawat di rumah sakit karena stroke dankomplikasinya. Biasanya stroke menyerang orang yang telah berusia diatas 50tahun tetapi pada kenyataannya sekarang ini banyak menyerang orang di usia mudabahkan di usia kurang dari 30 tahun.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke terjadi apabila suplai darah ke otak mendadak terhenti. Darah dibawa ke otakmelalui pembuluh darah arteri. Arteri ini dapat tersumbat sehingga menyebabkanischemic stroke (penyumbatan) atau arteri ini dapat pecah dan menyebabkanhemorrhagic stroke (pendarahan). Akibat suplai darah ke otak terganggu makasel-sel otak tidak lagi menerima oksigen dan sari-sari makanan sehinggaterjadilah kematian/kerusakan sel-sel otak. Sel-sel otak yang rusak masih tetapdapat bertahan hidup dalam beberapa saat. Jika penanganan stroke dapatdilakukan sedini dan setepat mungkin maka sel-sel otak yang rusak dapatdiselamatkan. Gejala yang dialami seseorang sangat tergantung dari bagian manadari otak yang mengalami kerusakan dan beberapa besar areanya.

BAB II
ISI
A. KONSEP DASAR STROKE
1. Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
2. Etiologi
a) Trombosis : bekuan darah dalam pembuluh darah otakatau leher : arteriosklerosisserebral
b) Embolisme serebral :bekuan darah atau material lainyang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung reumatik, infeksi polmonal.
c) Iskemia: penurunan aliran darah ke aliran otak: kontriksi ateroma pada arteri.
d) Hemoragi serebral: pecahnya pembuluh darah serebraldengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
e) Hipertensi, disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini menyebabkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah serebral.
f) Kelainan jantung atau penyakit jantung: kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak.

3. Faktor resiko
a) Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi untuk stroke antara lain peningkatan usia, laki-laki, ras (Amerika-Afrika, Asia, Amerika latin ) dan turunan
b) Faktor utama yang dapat dimodifikasi antra lain hipertensi dan penyakit jantung
( contohnya penyakit jantung koroner, gagal jantung, hipertropi ventrikel kiri, fibrilasi atrial)
c) faktor resiko lainnya antara lain serangan iskmia sementara, diabetes mellitus, dislipidemia, dan rokok.
4. Tanda dan Gejala Stroke
a) Gangguan motorik berupa abnormalitas tonus otot, gangguan gerak volunteer, gangguan reflek, srta gangguan keimbangan dan koordinasi
b) Gangguan sensori berupa gangguan interoseptif, gangguan prepioseptif, gangguan eksteroseptif
c) Gangguan kognitif dan memori
d) Gangguan psikiatri atau emosi, penderita cenderung depresi

5. Komplikasi
a) Kejang pada pasien paska stroke sekitar 4 – 8 %
b) Trombosis Vena Dalam (TVD ) sekitar 11 – 75 % dan emboli pulmonum sekitar 3 – 10 %
c) Perdarahan saluran cerna skitar 1 – 3 %
d) Dekubitus
e) peneunomia
f) stress
g) Bekuan darah
h) Nyeri pundak dan subluxation

6. Manifestasi klinik
a) Pasien tidak dapat memberikan informasi yang dapat dipecaya, karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya. Informasi ini perlu didapatkan dari anggota kelurga atau saksi lain.
b) Pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan bicara, kehilangan melihat, vertigo, atau jatuh.
c) Pasien biasanya memiliki berbagai pertanda disfungsi sistem syaraf pada pemeriksaan fisik. Pasien juga dapat mngalami dysarthia, kerusakan daerah penglihatan dan perubahan tingkat kesadaran.
d) Pasien biasanya mengalami nyeri kepala, muntah, kejang, perubahan mental, demam

7. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan AGD
b) CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnyaperdarahan atau infark
c) MRI untuk mengtahui adanya edema, infark, hematom, dan bergesernya struktur otak
d) Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mngenai pembuluh darah yang terganggu
e) Pemeriksaan foto thorax: untuk memperlihatkan keadaan jantung.

8. Kriteria pemeriksaan
1) Glascow Coma Scale (GCS)
a) Membuka mata
• Membuka spontan: 4
• Membuka dengan perintah: 3
• Membuka mata karena rangsang nyeri: 2
• Tidak mampu membuka mata: 1
b) Kemampuan bicara
• Orientasi dan pengertian baik: 5
• Pembicaraan yang kacau:4
• Pembicaraan tidak pantas dan kasar: 3
• Dapat bersuara, merintih: 2
• Tidak ada suara: 1
c) Tanggapan motorik
• Menanggapi perintah: 6
• Reaksi gerakan local terhadap rangsang: 5
• Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri: 4
• Tanggapan fleksi abnormal:3
• Tanggapan ekstensi abnormal: 2
• Tidak ada gerakan:1
2) Pemeriksaan kekuatan otot
0: tidak ada kontraksi otot
1: terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2: pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3: mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi
4: tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5: kekuatan penuh
3) Pemeriksaan fungsi syaraf cranial
• Saraf olfaktorius (N.I): penciuman
• Saraf optikus(N.II): ketajaman penglihatan
• Saraf okulomotorius(N.III): reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk gerakan ke atas, ke bawah, dan medial, kerusakan akan menyebabkan otosis dilatasi pupil
• Saraf troklearis(N.IV): gerakan okuler menyebabkan ketidakmampuan melihat ke bawah dan kesamping
• Saraf trigeminus(N.V):fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan dahi, mukosa hidung dan mulut, fungsi motorik, reflek rahang
• Saraf abduschen (N.VI) : gerakan ocular , kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan ke bawah dank e samping .
• Saraf Facialis (N.VII) : fungsi motorik wajah bagian atas dan bawah , kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah .
• Saraf Akustikus (N.VIII) : tes saraf koklear , pendengaran , konduksi udara dan tulang , kerusakan akan menyebabkan tinikus atau kurang pendengaran atau tuli.
• Saraf Glosofaringeus (N.IX) : fungsi motorik , reflek gangguan menelan
• Saraf Vagus ( N.X) : bicara
• Saraf Asesorius (N.XI) : kekuatan otot trapesus dan sternokleidomastouides , kerusakan menyebabkan ketidakmampuan mengangkat bahu .
• Saraf Hipoglosus (N.XII) : fungsi motorik lidah , kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan menjulurkan dan menggerakkan lidah.




PATHWAY
Hipertensi Aneurisma pembuluh darah otak
Pecahnya pembuluh darah
Destruksi masa otak
peningkatan TIK kerusakan drainase otak dx.2 penurunan perfusi jaringan serebral
perubahan sirkulasi& pernafasan
dx.1 bersihan jalan napas tidak efektif
kerusakan N. Trigeminus gg. otot mengunyah&menelan
intake nutrisi tidak adekuat
dx.5 gg. nutrisi kurang dr keb.tubuh
dx.4 gg komunikasi verbal
gg reflek motorik dx. 3 gg. Mobilitas fisik
dx. 6 defisit perawatan diri
perubahan kimia intracranial perubahan transmisi sensori
dx.7 perubahan persepsi sensori
penurunan kesadaran
dx.8 resiko cedera



B. Asuhan Keperawatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
Pengkajian
1. TTV:
• TD: 200/100 mmhg
• Suhu: 37˚ C
• Nadi : 80 x / menit
• RR : 15 x/menit
2. Pemeriksaan Gerakan
• Pemeriksaan kekuatan otot :
• Pemeriksaan tonus :
• Pemeriksaan sensibilitas :
• Reflek Fisiologis :
• Reflek Bisep :
• Reflek patologis :
3. Pemeriksaan Nervus : Kerusakan pada nervus 7 & 12
4. Pemeriksaan penunjang : CT Scan hemoragik
5. Compos Mentris : Kejernihan pikiran
Data Problem etiologi
• RR: 15 x / menit
• Perubahan frekuensi nafas
• Kesulitan berbicara
• Penurunan suara nafas Bersihan jalan nafas tidak efektif Perubahan sirkulasi
• TD:200/100mmhg
• Gangguan bicara
• Pemeriksaan kekuatan otot :
• Pemeriksaan tonus :
• Pemeriksaan sensibilitas :
• Reflek Fisiologis :
• Reflek Bisep :
• Reflek patologis :
• Pemeriksaan Nervus : Kerusakan pada nervus 7 & 12 Penurunan perfusi serebral Kerusakan drainase otak
• TD: 200/100 mmhg
• RR: 15x/menit Pemeriksaan
• kekuatan otot :
• Pemeriksaan tonus :
• Reflek Bisep :
• Pemeriksaan Nervus : Kerusakan pada nervus 7 & 12 Gangguan mobilitas Gangguan reflek motorik
• RR : 15 x/menit
• Pemeriksaan Nervus : Kerusakan pada nervus 7 & 12
Gangguan komunikasi verbal Kerusakan neuromuscular
• Pemeriksaan Nervus : Kerusakan pada nervus 7 & 12
• kekuatan otot :
• Pemeriksaan tonus :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Intake nutrisi tidak adekuat
• Pemeriksaan Nervus : Kerusakan pada nervus 7 & 12
• TD: 200/100 mmhg Perubahan persepsi sensori Perubaha transmisi saraf
• kekuatan otot :
• Pemeriksaan tonus :
Defisit perawatan diri Kelemahan mobilitas fisik
• kekuatan otot :
• Pemeriksaan tonus :
• Resiko cidera Gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. perubahan sirkulasi udara Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten.
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas vesikuler
b. RR normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat
d. Tidak ada sputum 1. Auskultasi bunyi nafas
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah keperawatan lain)
4. Lakukan penghisapan lender dan pasang OPA jika kesadaran menurun
5. Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam
6. Kolaborasi:
• Pemberian ogsigen
• Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll
• Pemberian obat sesuai kebutuhan
2. Penurunan perfusi serebral b.d. kerusakan drainase otak Perfusi serebral membaik
Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran membaik (GCS meningkat)
b. fungsi kognitif, memori dan motorik membaik
c. TIK normal
d. Tanda-tanda vital stabil
e. Tidak ada tanda perburukan neurologis
1. Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral :GCS, memori, bahasa respon pupil dll
2. Observasi tanda-tanda vital (tiap jam sesuai kondisi pasien)
3. Pantau intake-output cairan, balance tiap 24 jam
4. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi anatomis atau posisi kepala tempat tidur 15-30 derajat
5. Hindari valsava maneuver seperti batuk, mengejan dsb

6. Pertahankan ligkungan yang nyaman
7. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko jugular
8. Kolaborasi:
• Beri ogsigen sesuai indikasi
• Laboratorium: AGD, gula darah dll
• Penberian terapi sesuai advis
• CT scan kepala untuk diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. gangguan reflex motorik Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif
Kriteria hasil :
a. tidak ada kontraktur atau foot drop
b. kontraksi otot membaik
c. mobilisasi bertahap 1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi klien
2. Pantau kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jan
4. Pasang trochanter roll pada daerah yang lemah
5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai kemampuan dan jika TTV stabil
6. Libatkan keluarga dalam memobilisasi klien
7. Kolaborasi: fisioterapi
4. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular (nervus trigeminus) Komunikasi dapat berjalan dengan baik
Kriteria hasil :
a. Klien dapat mengekspresikan perasaan
b. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain
c. Pembicaraan pasien dapat dipahami 1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia pasien, jika berat hindari memberi isyarat non verbal
2. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu diulang
3. dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara
4. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
5. Latih otot bicara secara optimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
5. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak adekuat Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b. Berat badan dalam batas normal
c. Conjungtiva ananemis
d. Tonus otot baik
e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam batas normal 1. Kaji factor penyebab yang mempengaruhi kemampuan menerima makan/minum
2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari
3. Observasi tanda-tanda vital
4. Catat intake makanan
5. Timbang berat badan secara berkala
6. Beri latihan menelan
7. Beri makan via NGT
8. Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb, Albumin, BUN), pemasangan NGT, konsul ahli gizi
6. Perubahan persepsi-sensori b.d. perubahan transmisi saraf sensori Persepsi dan kesadaran akan lingkungan dapat dipertahankan 1. Cari tahu proses patogenesis yang mendasari
2. Evaluasi adanya gangguan persepsi: penglihatan, taktil
3. Ciptakn suasana lingkungan yang nyaman
4. Evaluasi kemampuan membedakan panas-dingin, posisi dan proprioseptik
5. Catat adanya proses hilang perhatian terhadap salah satu sisi tubuh dan libatkan keluarga untuk membantu mengingatkan
6. Ingatkan untuk menggunakan sisi tubuh yang terlupakan

7. Bicara dengan tenang dan perlahan
8. Lakukan validasi terhadap persepsi klien dan lakukan orientasi kembali
7. Deficit perawatan diri b.d. kelemahan mobilitas fisik Kemampuan merawat diri meningkat
Kriteria hasil :
a. mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
b. Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan
c. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan 1. Pantau tingkat kemampuan klien dalam merawat diri
2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang benar-benar diperlukan saja
3. Buat lingkungan yang memungkinkan klien untuk melakukan ADL mandiri
4. Libatkan keluarga dalam membantu klien
5. Motivasi klien untuk melakukan ADL sesuai kemampuan
6. Sediakan alat Bantu diri bila mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu, konsultasi dengan ahli okupasi atau fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran Klien terhindar dari cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien tidak terjatuh
b. Tidak ada trauma dan komplikasi lain 1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan klien
2. Beri pengaman pada daerah yang sehat, beri bantalan lunak
3. Hindari restrain kecuali terpaksa
4. Pertahankan bedrest selama fase akut
5. Beri pengaman di samping tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam perawatan
7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai indikasi (diazepam, dilantin dll)

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post