Untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb IV B
Dosen pengampu : Hikmah Sobri, S. Pd., M. Kes.
Disusun oleh :
Kelompok 4 C1.2
Muharia 090105135
Anita Rahmawati 090105136
Hermia Fithri Lailatul Hidayati 090105137
Arwinda Nur F 090105138
PROGRAM STUDI D III ILMU KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah “cervikitis”
Makalah ini diselesaikan karena bantuan beberapa pihak,maka kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Hikmah Sobri, S. Pd., M. Kes selaku pembimbing.
2. Teman-teman seperjuangan yang telah ikut menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari harapan sempurna untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini dan semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat orang-orang yang berkecimpung di dunia kesehatan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 2 April 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah pelveoperitonitis..
Peradangan peritoneum (pelveoperitonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
II. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pelveoperitonitis ?
2. Apa gejala pelveoperitonitis ?
3. Apakah penyebab pelveoperitonitis?
4. Bagaimana terapi dan pengobatan pelveoperitonitis ?
5. Apa contoh Asuhan kebidanan pada pelveoperitonitis ?
III. Tujuan
Dari latar belakang masalah tersebut maka akan dapat diketahuinya keseluruhan tentang :
1. Pengertian infeksi pelveoperitonitis
2. Gejala infeksi pelveoperitonitis .
3. Mengetahui penyebab pelveoperitonitis.
4. Terapi dan pengobatan infeksi pelveoperitonitis.
5. Contoh Asuhan kebidanan pada infeksi pelveoperitonitis.
IV. MANFAAT
1. Memberikan penjelasan pada masyarakat khususnya perempuan dalam masa reproduktif menegenai hal hal yang terjadi bila mengalami pelveoperitonitis
2. Mendeteksi secara dini yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi oleh perempuan apabila terkena pelveoperitonitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pengertian Pelveoperitonitis
Pelveoperitonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera hanya dalam rongga perut. Pelveoperitoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.
Pelveoperitonitis pada masa nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan pelveoperitonitis.
II. Bagian-bagian peritoneum
a. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.
b. Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah. Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden,ginjal dan ureter (retroperitoneum).
III. Etiologi
Penyebab pelveoperitonitis antara lain :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi pelveoperitonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) yang menyebar melalui pembuluh limfe uterus
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi
5. Pelveoperitonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan pelveoperitonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan pelveoperitonitis tanpa infeksi. peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelveoperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian akibat infeksi
IV. Patofisologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya absaes nanah diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetapsebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik ; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terjadiya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya motilitas usus dan menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
V. Manifestasi Klinis
a. Pelvioperitonitis adalah peritonitis terjadi sebatas daerah pelvis.
Gejalanya:
Demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap baik, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai maka nanah harus dikeluarkan dengan kolpotomi posterior, supaya nanah tidak keluar menembus rectum.
b. Peritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen dan merupakan penyakit berat.
Gejala umumnya:
Suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang semula kemerah merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin disebut facies hippocratica.
Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
I. Diagnosis
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan laboratorium, X-Ray dan radiologis.
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
b. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
c. Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
i. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior(AP).
ii. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
iii. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.
VII. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
i. Selama kehamilan
Penyebab anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan faktor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan. Serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
ii. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
iii. Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
b. Pengobatan
Prinsip umum terapi pada pelveoperitonitis adalah :
i. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
ii. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
iii. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
iv. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.
VIII. Komplikasi
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status narkose penderita pascaoperasi.
VIII. Prognosis
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme.
BAB III
KASUS
Ny Cita dengan umur 28 tahun datang ke bidan, bersama suaminya memeriksakan keadaannya karena Ny.Cita merasakan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan demam, ibu mengaku saat hubungan seksual dengan suaminya ibu sering merasakan nyeri perut bagian bawah dari hasil pemeriksaan diperoleh data sebagai berikut:
BB : 48 Kg
TB : 156 cm
TD : 100/70 mmHg
Respirasi : 22x/menit
Nadi : 82x/menit
Suhu : 38oC
Dari hasil pemeriksaan fisik nyonya cita dalam kondisi kurang baik karena ibu merasa sakit perut bagian bawah dan demam. Ibu juga membawa hasil laboratorium ditemukan adanya leukositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.
BAB IV
ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY. C, UMUR 28 TAHUN, P1AOAH1 DENGAN PELVEOPERITONITIS
DI RS KASIH BUNDA
Hari/Tanggal : Sabtu, 2 April 2011
Tempat : RS Kasih Bunda
Pukul : 10.00 WIB
PENGKAJIAN
Data Subyektif
1. Identitas/Biodata
Identitas Istri Suami
Nama : Ny. C Nama : Tn. S
Umur : 28 th Umur : 31 th
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. KH Ahmadahlan no 33 yogyakarta
2. Alasan Datang
Ibu hendak memeriksakan keadaan dirinya.
3. Keluhan Utama
Ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah dan demam.
4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya (sebelum hamil anak ke-2). Ibu tidak pernah menderita hipertensi, jantung, DM, PMS dan penyakit menular maupun menurun lainnya.
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu tidak sedang menderita penyakit DM, hipertensi, jantung, PMS dan penyakit menular dan menurun lainnya.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit DM, hipertensi, jantung, PMS dan penyakit menular maupun menurun lainnya.
7. Riwayat Obstetrik P1AB0AH1
8. Riwayat menstruasi
Menarche : 14 tahun Sifat : Encer
Siklus : tidak teratur Bau : khas
Banyak : 3-4x ganti pembalut/hari Warna : merah segar
Dismenorhea : Tidak
9. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Hamil ke- Persalinan Nifas
Lahir Umur khamilan Jenis prsalinan Penolong Komplikasi JK BB Lahir Laktasi Komplikasi
1 1 9 bln Normal Bidan Tidak ada P 2700gr Ya, menyusui dengan ASI eksklusif Tidak ada
10. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : syah
Nikah berapa kali : 1x
Lamanya : 3 tahun
Umur menikah : 25 tahun (istri), 28 tahun (suami)
11. Riwayat KB
No Jenis Kontrasepsi Mulai memakai Berhenti/ganti cara
Tanggal Oleh Tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Alasan
IUD 2 september
2010 Bidan PKU Muhammadiyah YK
12. Pola Pemenuhan Kebutuhan sehari-hari
Pola Nutrisi
Makan : 2x/hari, porsi sedang, dengan nasi, sayur, tahu, tempe, telur
Minum : 6 gelas/hari, air putih, teh manis
Pola Eliminasi
BAK : 4x/hari, warna kuning jernih, konsistensi cair
BAB : 1x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lembek
13. Pola Aktivitas
Ibu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci dan memasak.
14. Pola Istirahat
Tidur siang : 1 jam
Tidur malam : 7 jam
14. Pola Seksual : 6x/ minggu
15. Pola Hygiene
mandi : 2x/hari
keramas : 2x/minggu
gosok gigi : 2x/hari
ganti baju : 2x/hari
ibu membersihkan alat vitalnya pada saat mandi BAB dan BAK
16. Pola Hidup Sehat
Ibu tidak mengkonsumsi, rokok, jamu-jamuan dan obat-obat terlarang.
17. Pola Psikososial
Ibu mengatakan sangat takut dan khawatir atas penyakit yang sedang dialaminya.
Suami dan keluarga sangat mendukung ibu untuk berobat.
18. Pola spiritual
Ibu selalu melaksanakan ibadah sholat 5 waktu tepat waktu.
Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik BB : 48 Kg
Kesadaran : Composmentis TB : 156 cm
TD : 100/70 mmHg Respirasi : 22x/menit
Nadi : 82x/menit Suhu : 36,5oC
2. Status pasien
Kepala : mesochepal, rambut hitam, lurus, tidak rontok, bersih
Mata : conjungtiva anemis, tidak ikterik,
Hidung : tidak ada polip, bersih.
Mulut dan gigi : bibir merah muda, tidak ada stomatitis, tidak ada caries
Telinga: simetris, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe, dan vena jugularis
Dada/Payudara : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, putting susu menonjol, tidak ada pengeluaran
Abdomen : tidak ada pembesaran, tidak ada luka bekas operasi, terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah pada saat dipalpasi
Ekstremitas atas : tidak ada oedema,
Ekstremitas Bawah : tidak ada varises, tidak ada oedema, tidak ada tanda kemerahan
Vulva Vagina : Tidak ada oedem,varises,dan fluor albus
Anus : tidak hemoroid
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium : ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.
Assesment
Ny. C umur 28 tahun, P1A0AH1, dengan pelveoperitonitis.
Planning Tanggal 2 April 2011/pukul : 10.15 WIB
1. Memberitahu pasien hasil pemeriksaan bahwa kemungkinan beliau terkena Pelveoperitonitis dan menjelaskan penyebab-penyababnya. Pelveoperitonitis merupakan radang yang terjadi pada panggul. Penyebabnya antara lain akibat proses persalinan, infeksi masa nifas atau hubungan seks secara aktif berlebihan.
Ibu mengerti atas penjelasan bidan
2. Memberikan dukungan kepada ibu agar ibu tidak perlu terlalu khawatir, terus berdoa dan yakin bahwa penyakitnya ini dapat disembuhkan.
Ibu mengerti dan mulai merasa lebih tenang.
3. Memberitahukan pada ibu bahwa ada dokter spesialis yang dapat menangani kasus-kasus seperti ini, banyak orang yang mengalami seprti ini dan dapat disembuhkan.
Ibu merasa tidak khawatir lagi.
4. Memberitahukann ibu hal-hal yang harus dilakukan seperti menjarangkan hubungan intim dahulu.
Ibu mengerti dan bersedia melakukannya.
5. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyakit pada panggul ibu dan penyebabya. Karena kemungkinan ada faktor resiko lain seperti usus buntu, infeksi pada panggul atau gangguan pada peritoneum.
Ibu bersedia melakukannya.
6. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan untuk melakukan pemerikasaan lebih lanjut.
Sudah dilakukan.
7. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic ampisilin dan analgetik untu mengurangi rasa nyeri.
Sudah dilakukan.
TTD
( Bidan melati)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus diatas dapat dibahas bahwasanya ny cita merasa kesakitan didaerah perut bagian bawah setelah ibu cita sering melakukan hubungan seksual dengan suaminya. Dari data pemeriksaan laboratorium yang dibawa ibu cita ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolic yang menunjukan adanya infeksi pada daerah pelvic, tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan sebagai berikut:
Keadaan Umum : Baik BB : 48 Kg
Kesadaran : Composmentis TB : 156 cm
TD : 100/70 mmHg Respirasi : 22x/menit
Nadi : 82x/menit Suhu : 36,5oC
Dari pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan dapat diketahui bahwa ibu cita dalam kondisi yang baik tetapi melihat gejala yang terjadi ibu cita mengalami pelvioperitonitis. Pelveoperitonitis biasanya terjadi karena coitus yang menyebabkan luka dan menjadi infeksi sehingga daerah pelvic terinfeksi. pelveoperitonitis harus mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Hal ini perlu dilakukan rujukan ke dokter obgyn karena wewenang bidan yang terbatas sehingga harus bekerja sama dengan dokter untuk mendiagnose suatu masalah. Namun sebelum dirujuk seorang bidan harus tetap memberikan KIE dan membuat diagnose Sementara.
BABV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
.
Pelveoperitonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera hanya dalam rongga perut. Penyebab pelveoperitonitis antaralain Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual , Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) yang menyebar melalui pembuluh limfe uterus, Kelainan hati atau gagal jantun, Pelveoperitonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), Iritasi tanpa infeksi. gejalanya: Demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap baik, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang). Pengobatan : Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang, Terapi antibiotika, Terapi analgesic, Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
2. SARAN
1. Setiap peremuan hendaknya waspada terhadap gejala yang menimbulkan pelveoperitonitis.
2. Hendaknya bidan memberikan penyuluhan pada setiap perempuan mengenai pelveoperitonitis.
DAFTAR PUSTAKA
Badziat,Ali.2003.Endokrinologi Ginekologi.Jakarta : Media Aesculapius Buku Panduan Praktikum Kesehatan Reproduksi
http://jurnal.pdii.lipi.go.idadminjurnal8209105114.pdf
Manuaba,Chandranita,dkk.2008.Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta : ECG
MAKALAH MATA KULIAH ASKEB IV B “ PELVEOPERITONITIS “
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar