Konsep Dasar Terapi Intravena (Infus)



0 komentar


1.      Pengertian  Terapi Intravena (Infus)
       Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.(Yuda, 2010)
Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set. (Protap RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu, 2009)
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
2.    Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)
a.       Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
b.      Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
c.       Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
d.      Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
e.       Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
f.       Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan.
(Setyorini, 2006 : 5)
3.    Tipe-tipe Cairan Intravena
a.       Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotic yang sama dengan ada didalam plasma.
1)      Nacl normal 0,9%
2)      Ringer Laktat
3)      Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)
4)      Dextrose 5% dalam air ( D 5 W )
b.      Hipotonik
Suatu larutan yang memiliki osmotic yang lebih kecil dari pada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di Intrasel dan Ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar atau membengkak.
1)      Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45%
2)      Nacl 0,45%
3)      Nacl 0,2%
c.       Hipertonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih tinggi dari pada yang ada dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotic, sel kemudian akan menyusut.
1)      Dextrose 5% dalam Nacl 0,9%
2)      Dextrose 5% dalam Nacl 0,45%  (hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotic).
3)      Dextrose 10% dalam air
4)      Dextrose 20% dalam air
5)      Nacl 3% dan 5%
6)      Larutan hiperalimentasi
7)      Dextrose 5% dalam ringer laktat
8)      Albumin 25
(Setyorini, 2006 : 5)
4.    Komposisi Cairan Terapi Intravena
a.       Larutan Nacl, berisi air dan elektrolit (Na+, cl-)
b.      Larutan dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c.       Ringer laktat, berisi air (Na+, K+, cl-, ca++, laktat)
d.      Balans isotonic, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori ( Na+, K+, Mg++, cl-, HCO, glukonat ).
e.       Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.
f.       Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%, hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotic, menarik cairan dari intertisiall, kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g.      Hiperelimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).
(Setyorini, 2006 : 6)
5.    Menentukan kecepatan cairan Intravena (Infus)
a.       Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat meneteskan 10 atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per 1 ml. Jumlah tetesan yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes.
b.      Atur jumlah mililiter cairan yang akan diberikan dengan jumlah total cairan yang akan diberikan dengan jumlah jam infuse yang berlangsung. Kemudian kalikan hasil tersebut dengan faktor tetes.
c.       Untuk menentukan berapa banyak tetesan yang akan diberikan permenit, bagi dengan 60.
d.      Hitung jumlah tetesan permenit yang akan diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan kecepatan tetesan. (Wahyuningsih, 2005 : 70)
6.    Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus
a.    D 5 W (dextrose 5% in water)
1)   Digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik) yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus tersebut
2)   Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia, sindroma pelepasan hormon antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian transfusi (darah atau komponen darah).
b.    Nacl 0,9%
1)   Digunakan untuk menggantikan garam(cairan isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok hemodinamik.
2)   Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (misalnya : gagal jantung dan gagal ginjal).
c.    Ringer laktat
Digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang, elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang. (Setyorini, 2006 : 6)
  1. Tipe-tipe Pemberian Terapi Intravena (Infus)
1.    IV push
IV push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum suntik secara langsung kedalam saluran/jalan infus.
Indikasi :
1)   Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena.
2)   Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid dan digoksin).
3)   Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus ( lidocain, xilocain).
4)   Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan akan injeksi
5)   Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat yang dicampur. (Setyorini, 2006 : 7)
2.    Continous Infusion (infus berlanjut)
Continoius Infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal. Hal yang perlu dipertimbangkan yatu:
a.    Keuntungan
1)   Mampu untuk mengimpus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat.
2)   Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan.
3)   Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran infus.
b.    Kerugian
1)   Memerlukan selang yang khusus.
2)   Biaya lebih mahal
3)   Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrat.
c.    Tanggung jawab perawat
1)   Efektivitas penggunaan pengaturan infus secara mekanis sama dengan perawat yang memerlukannya.
2)   Perawat harus waspada terhahap terjadinya komplikasi (adanya infiltrat atau infeksi)
3)   Ikuti aturan yang diberikan oleh perusahaan yang memproduksi alat tersebut.
4)   Lakukan pemeriksaan ulang terhadap kecepatan aliran infus.(Setyorini, 2006 : 8)
3.    Intermitten Infusion (Infus Sementara)
Infus sementara dapat diberikan melalui heparin lock, “piggy bag” untuk infus yang kontiniu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus. (Setyorini, 2006 : 9)
  1. Komplikasi Terapi Intravena (Infus)
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
1.    Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2.   Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3.   Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4.   Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
1.      Rasa perih/sakit
2.      Reaksi alergi
(Yuda, 2010)
D.    Prosedur Pemasangan Terapi Intravena (Infus)
Prinsip pemasangan terapi intravena (infus) memperhatikan prinsip steril, hal ini yang paling penting dilakukan tindakan untuk mencegah kontaminasi jarum intravena (infus).
 Langkah-langkah dalam pemasangan terapi intravena (Infus) menurut Susiati (2008 : 16), adalah sebagai berikut :
1.    Berikan penjelasan kepada pasien menggenai maksud pemasangan IV line, untuk memperoleh persetujuan dan kerja sama pasien. Pasien hendaknya dalam keadaan tenang, dalam kondisi baring atau duduk.
2.    Atur posisi pasien senyaman mungkin. Persiapkan lengan yang akan dipasang kanulasi (bila memungkinkan, cari lengan yang tidak dominan).
3.    Ciptakan suasana yang mendukung dan bersahabat.
4.    Jika kanulasi akan diteruskan dengan pemasangan infus, sedangkan baju pasien agak ketat, maka lepaskan atau longgarkan baju dari lengan pasien.
5.    Cuci tangan medikal.
6.    Persiapkan set infus
7.    Cek aliran infus
8.    Dekatkan peralatan (yang telah disiapkan dalam troli injeksi) ke pasien.
9.    Kenakan sarung tangan.
10.                        Letakkan perlak pada bagian bawah lengan.
11.                        Pasang tourniquet.
12.                        Identifikasi vena yang layak digunakan.
13.                        Disinfeksi kulit dengan alkohol swab, sirkuler (biarkan mengering, jangan ditiup).
14.                        Gunakan kanula steril.
15.                        Masukkan kanula ke vena (kanulasi) dengan sudut 15-20 derajat.
16.                        Insersi kanula (IV insertion).
17.                        Buka tourniquet.
18.                        Dorong kanula masuk secara perlahan, tarik stilet keluar secara perlahan.
19.                        Setelah darah tampak keluar, sambungkan dengan IV line.
20.                        Letakkan kasa steril di bawah kanula, agar jika ada darah yang keluar akan segera diserap.
21.                        Buang jarum kedalam sharp container.
22.                        Atur tetesan infus sesuai program terapi dokter.
23.                        Bersihkan daerah sekitar bekas penusukan dengan kasa steril.
24.                        Buang kasa kedalam tempatnya.
25.                        Tutup dengan plaster transparan.
26.                        Fiksasi dengan plester antialergi dengan cara jangkar.
27.                        Beri label pada :
·      Botol infus ; cantumkan (tanggal, bulan, tahun, mulai dan selesai pemberian infus)
·      Set infus ; cantumkan (jam, tanggal, bulan, dan nama pemasang infus).
28.                        Rapikan alat seperti semula.
29.                        Cuci tangan
30.                        Dokumentasikan kedalam catatan perkembagan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Haji, Bayu Seno . (2010). Hubungan Kompetensi Pada Aspek Keterampilan Pemasangan Infus Dengan Angka Kejadian Flebitis Di RSUD Banyudono Boyolali. Diakses 23 September 2010. http://etd.eprints.ums.ac.id/7935/1/J210080508.pdf
Hidayat Alimul Aziz, (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Selemba Medika. Jakarta.
Hery,(2011).Keperawatan Merupakan Suatu Profesi. Diakses 24 Januari 2011.http://id.wikipedia.org/wiki/Keperawatan
Hendra AW ( 2008 ). Konsep Pengetahuan. Diakses 05 Desember 2010 : http://ajangberkarya.wordpress.com/2008/06/07/konsep-pengetahuan/.
Hira,(2010).Ilmu Keperawatan. Diakses 29 Oktober 2010. http://www.anneahira.com/ilmu/ilmu-keperawatan.htm.
Idayanti, (2008). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Teknik Menyuntik Dalam Upaya Pencegahan Infeksi Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Diakses 14 Juli 2008.http://www.researchgate.net/publication/42324970_Hubungan_Pengetahuan_Dan_Sikap_Perawatterhadap_Penerapan_Standar_Operasional_Prosedur_%28SOP%29_Teknik_Menyuntik_Dalam_Upaya_Pencegahan_Infeksi_Di_RSUD_Arifin_Achmad_Pekanbaru
Ismail, (2002). Pengetahuan dan keterampilan. Diakses 2002. http://www.Ipp.uns.ac.id/.
Knoke,    (2009). Mari terampil.http://www.seribd.com/ Diakses 2 januari 2010
Mahyuni, (2010). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Perawat Pada Pemasangan Infus Berdasarkan Prosedur Tetap Dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Phlebitis. Diakses 22 Juni 2010. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2010-mahyuni-12589&PHPSESSID=d1d1da53d1997f16e72bc038d69ee2dc.
Marianto, (2008). Peran Perawat Dan Fungsi Perawat Dalam Intravena. Diakses 19 september 2008. http://www.fadlie.web.id/bangfad/peran-dan-fungsi-perawat.html
Nilatama, Atika. (2010). Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Intravena Pada Anak Oleh Perawat Di Rumah Sakit Khusus Anak 45 Yogyakarta. Diakses 14 Desember 2010.http://kti-qt.blogspot.com/2010/08/evaluasi-penatalaksanan-terapi-intravena-pada-anak.html
Riyadi (2007). Faktor Internal dan Eksternal yang Berhubungan dengan Kepatuhan Operator Dalam Mengikuti Prosedur Operasi di Industri. Diakses 27 Juli 2011. Http://www.binakesehatankerja.com.
Pasaribu, Masdalifa. (2008). Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pemasangan Infus Terhadap Kejadian flebitis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan.Diakses 12 Maret 2008. http://repository. usu.ac.id/handle/123456789/6809.
Ratnawati, Dyah. (2010). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety Dengan Tindakan Pemasangan Infus Sesuai Dengan Standar Operasional Prosedur. Diakses 29 Januari 2010. http://eprints.undip.ac.id/10490/.

Salsabila, (2011). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus Oleh Perawat Pelaksana. Diakses 08 Januari 2011.http://skripsi-qt.blogspot.com/2011/01/faktor-yang-berhubungan-dengan.html.

Setyorini. (2006). Skill Labs. Medika Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.
Sugihartono, (2008). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus. Diakses 6 Februari 2008. http://malang.olx.co.id/faktor-yang-berhubungan-dengan-pelaksanaan-standar-prosedur-operasional-pemasangan-infus-iid-154973362.
Soejono. (2008). http://www.adln.lib.unair.ac.id/ Diakses 2 febuari 2010
Susiati, Maria. (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar. Erlangga. Jakarta.
Wahyuningsih, Esty. (2005). Pedoman Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Yuda, (2010). Infus Cairan Intravena (Macam-Macam Cairan Infus). Diakses 16 September 2010. http://dokteryudabedah.com/infus-cairan-intravena-macam-macam-cairan-infus/.

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post